Minggu, 12 Februari 2023

 PENDEKATAN DAKWAH (DAKWAH BIL-LISAN, DAKWAH BIL-HAL, DAKWAH BIL-QALBI)


A.    PENDEKATAN DAKWAH

Dakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat islam diseluruh dunia. Terlebih bagi mereka yang telah memiliki pengetahuan agama Islam, menurut batas kemampuan masing-masing. Dan dakwah disini merupakan suatu upaya menyampaikan ajaran agama Islam oleh seseorang/kelompok kepada seseorang atau sekelompok orang agar mereka meyakini/memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan benar. Dari definisi tersebut kita bisa ambil kesimpulan bahwa tujuan dakwah adalah merubahan keyakinan, pengetahuan dan perilaku sasaran dakwah agar sesuai dengan ajaran Islam. kemudian agar dakwah yang kita lakukan bisa sukses dan bisa mencapai tujuan tersebut, semua unsur-unsur yang ada didalam dakwah pun harus terpenuhi diantaranya, harus ada Da’i, mad’u, materi, media, metode, tujuan dan efek. Selain unsur-unsur yang harus terpenuhi  ada hal lain yang tak kalah penting guna mendukung kesuksesan berdakwah yaitu suatu pendekatan dakwah Yang dimaksud dengan pendekatan (approach) adalah penentuan strategi dan pola dasar dan langkah dakwah yang di dalamnya terdapata metode dan teknik unuk mencapai tujuan dakwah. Penentuan pendekatan dakwah didasarkan atas kondisi sasaran dakwah dan suasana yang melingkupinya. Ada banyak pendekatan dakwah yang bisa kita terapkan ketika kita berdakwah tapi kali ini kita hanya akan membahas 3 pendekatan dakwah yaitu :

1.      Dakwah bil-lisan

2.      Dakwah bil-hal dan

3.      Dakwah bil-Qalb

 

B.     PENJELASAN MACAM-MACAM PENDEKATAN DAKWAH

 

1.      Pendekatan Dakwah bil Lisan

Yang pertama adalah dakwah bil lisan, dakwah bil lisan merupakan dakwah yang paling sering dan paling umum digunakan para da’i. Dakwah bil lisan disini sesuai dengan sebuah hadis nabi yang berbunyi :

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“ Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].

Dakwah bil-lisan adalah metode  penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). Dalam metode dakwah dengan lisan seorang da’i dalam berdakwah hendaknya dengan menggunakan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.

Rafiudin manan juga membagi metode Dakwah bil lisan menjadi beberapa macam diantaranya :
1) Qaulan ma’rufan, yaitu dengan berbicara dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai misi agama, yaitu agama Allah, agama Islam, seperti menyebarluaskan salam, mengawali pekerjaan dengan membaca basmalah, mengakhiri pekerjaan dengan membaca hamdalah, dan sebagainya.
2) Mudzakarah, yaitu mengingatkan orang lain jika berbuat salah, baik dalam beribadah maupun dalam perbuatan.
3) Nasehatuddin, yaitu memberi nasehat kepada orang yang sedang dilanda problem kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya dengan baik, seperti bimbingan penyuluhan agama dan sebagainya.
4) Majelis Talim, seperti pembahasan bab-bab dengan mengunakan buku atau kitab dan berakhir dengan dialik,
5) Pengajian Umum, yaitu menyajikan materi dakwah di depan umum. Yang mana isi dari materi dakwah tidak terlalu banyak, tetapi menarik perhatian pengunjung.

 

2.      Pendekatan Dakwah bil-Hal

Ada beberapa pengertian tentang dakwah bil-hal. Secara harfiah dakwah bil-hal berarti menyampaikan ajaran Islam dengan amaliah nyata. Dan dakwah bil hal juga bukan menjadi tandingan dakwah bil-lisan tetapi saling melengkapi antara keduanya. Dalam pengertian lebih luas dakwah bil-hal, dimaksudkan sebagai keseluruhan upaya mengajak orang secara sendiri-sendiri maupun berkelompok untuk mengembangkan diri dan masyarakat dalam rangka mewujudkan tatanan sosial ekonomi dan kebutuhan yang lebih baik menurut tuntunan Islam, yang berarti dakwah bil hal disini banyak menekankan pada masalah kemasyarakatan seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dengan wujud amal nyata terhadap sasaran dakwah.

Sementara itu ada juga yang menyebut dakwah bil-hal dengan istilah dakwah bil-Qudwah yang berarti dakwah praktis dengan cara menampilkan akhlaq karimah. Sejalan dengan ini seperti apa yang dikatakan oleh Buya Hamka bahwa akhlaq merupakan alat dakwah,yakni budi pekerti yang dapat dilihat orang, bukan pada ucapan lisan yang manis serta tulisan yang memikat saja tetapi juga dengan budi pekerti yang luhur.

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa dakwah bil-hal mempunyai peran dan kedudukan penting dalam dakwah bil-lisan. Dakwah bil-hal bukan bermaksud mengganti maupun menjadi perpanjangan dari dakwah bil-lisan, keduanya mempunyai peran penting dalam proses penyampaian ajaran Islam, hanya saja harus tetap dijaga agar tetap seimbang antara isi dakwah yang disampaikan secara lisan dengan perbuatan nyata da'i . Dalam hal ini peran da'i akan menjadi sangat penting, sebab da'i yang menyampaikan pesan dakwah kepada umat akan disorot oleh umat sebagai panutan.  Apa yang ia katakan dan ia lakukan akan ditiru oleh jama'ahnya. Itulah sebabnya apa yang ia katakan harus sesuai dengan apa yang ia perbuat, jika tidak maka da'i akan menjadi cemoohan umat dan pada gilirannya dia akan ditinggalkan oleh jamaahnya.

Selain itu ada yang menyatakan bahwa dakwah bil-hal adalah kegiatan dakwah yang dilakukan dengan memberi bantuan materi. Sementara yang lain menyebut dakwah melalui tulisan dan kreativitas tangan yang lain juga merupakan salah satu bentuk atau wujud dakwah bil-hal. Ada juga yang mendefinisikan dakivah bil-hal sebagai upaya yang bersifat menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan kemampuan jamaah dalam mengatasi masalah mereka dan lebih dari itu setiap kegiatan dakwah yang dilakukan harus ada tindak-lanjutnya secara berkesinambungan. Dakivah bil-hal merupakan upaya dakwah dengan melakukan perbuatan nyata, dan wujudnya pun tentu beraneka ragam, dapat berupa bantuan yang diberikan pada orang lain baik bantuan moril maupun materiil sebagaimana firman Allah:

وما لكم لا تقاتلون في سبيل الله والمستضعفين من الرجال والنساء والوالدان الذين يقولون ربنا اخرجنا من هذه القرية الظالم أهلها واجعل لنا من لدنك وليا واجعل لنا من لدنك نصيرا

"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: `Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!`. (Q.S An-nisa : 75)

Dalam ayat ini terdapat dorongan yang kuat agar kaum muslimin membela (rnembantu) saudara-saudaranya yang lemah (mempunyai beban masalah) dengan cara mengetuk pintu hati setiap orang yang memiliki perasaan dan berkeinginan baik. Menurut Jamaludin Al-Qasimi yang dimaksud dengan kalimat membantu yang lemah adalah membantu membebaskan orang muslim yang lemah dan sedang menghadapi masalah (kesulitan dan kesusahan) serta menjaganya dari ancaman musuh. Baik masalah yang dihadapi itu berhubungan dengan kesusahan hidup yang bersifat materi maupun non materi. Pernyataan ini diperkuat dengan pemyataan Rasulullah dalam sebuah hadits:

"Orang Islam itu bersaudara, maka janganlah seorang Islam menganiaya saudaranya dan jangan membiarkannya tersiksa. Barang siapa memenuhi hajat saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Barang siapa yang membantu mengatasi kesulitan orang lain maka Allah akan melepaskan kesulitan-kesulitan di hari kiamat dan siapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah menutupinya dihari kiamat"

Dalam hadits tersebut jelas sekali bahwa membiarkan sesama muslim teraniaya adalah berdosa dan membantu mereka keluar dari kesulitan yang dihadapinya adalah ibadah yang bernilai dakwah. Dalam surat al-Isra' ayat 84 Allah berfirman:

قل كل يعمل على شاكلته فربكم اعلم بمن هو اهدى سبيلا

“Katakanlah: `Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing`. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Q.S al isra’ : 84)

Dalam firman tersebut ada kata Syakilatih yang berarti keadaannya masing-masing. Oleh Hamka kata "Syakilatih" diartikan bakat atau bawaan. Jika dipahami secara mendalam dan dikaitkan dengan kondisi sekarang, bakat bawaan seseorang yang didukung dengan situasi lingkungan dan dikembangkan maka akan berubah menjadi kemampuan profesional. Jika dihubungkan dengan dakwah bil-hal maka masing-masing muslim hendaknya berdakwah menurut kemampuan dan profesi mereka. sebagai contoh, seorang dokter bisa berdakwah dengan keahliannya dalam masalah pengobatan medis. Jadi siapapapun bisa melakukan dakwah bil hal.

Selain dari ayat al-Qur'an surat al-isra’ ayat 84 tadi,  dalam hadits Rasulullah juga banyak memberikan dasar bagi dakwah bil-hal seperti hadits di bawah ini :

"Dari Anas ra. Berkata : Tidak pernah Rasulullah saw. dimintai sesuatu melainkan pasti ia membeiikannya. Sungguh telah datang seorang peminta kepadanya, maka diberinya kambing yang berada di antara dua bukit, maka ia kembali kepada kaumnya dan mengajak mereka "Hai kaumku, segeralah kamu masuk Islam, karena Muhammad memberi kepada seseorang yang sama sekali tidak khawatir habis atau menjadi miskin". Sesungguhnya  orang-orang dahulu masuk Islam karena ingin dunia tetapi tidak lama kemudian tumbuh kecintaannya terhadap Islam melebihi semua kekayaan dunia. Dari hadits di atas terlihat betapa gerakan dakwah Rasul mengembangkan isu antara kelas masyarakat kuat dan masyarakat lemah, antara kaya dan miskin (yang kaya membantu yang miskin). Karena itu pula Rasulullah selalu memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh seseorang sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh umatnya sekalipun masalah materi, dalam hal ini banyak hadits memberikan petunjuk untuk melakukan dakwah bil-hal. Misalnya sebuah hadits yang menyatakan, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah" Maksud hadits di atas adalah orang yang memberi bantuan kepada orang lebih baik dari pada menerima bantuan, ini dapat dipahami bahwa pemberian dapat berupa materiil (bantuan materi maupun non materi yang berupa gagasan/ pemikiran).

 

Ruang Lingkup Dakwah Bil-Hal

Ruang lingkup dakwah bil-hal sebagaimana disebutkan dalam buku Pedoman Dakwah Bil-Hal adalah meliputi semua persoalan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok (basic needs) manusia, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan fisik material ekonomis, oleh karena itu kegiatan dakwah bil-hal disini lebih menekankan pada pengembangan kehidupan dan penghidupan masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Bentuk-bentuk pengembangan kegiatan dakwah bil-hal dapat dilakukan melalui bentuk pengembangan kehidupan dan penghidupan manusia seperti:

1. Penyelenggaraan pendidikan pada masyarakat

2. Kegiatan Koperasi

3. Pengembangan kegiatan transmigrasi

4. Penyelenggaraan usaha kesehatan masyarakat seperti mendirikan Rumah Sakit, Poliklinik, Balai Pengobatan, dan sebagainya

5. Peningkatan gizi masyarakat

6. Penyelenggaraan panti asuhan

7. Penciptaan lapangan kerja

8. Peningkatan penggunaan media cetak, media informasi dan komunikasi

serta seni budaya.

sebenarnya dakwah bil-hal tidak hanya berkaitan dengan masalah usaha peningkatan kesejahteraan materiil saja tetapi juga termasuk usaha pemenuhan dan peningkatan kebutuhan dan kesejahteraan non materiil, usaha seperti meningkatkan kualitas pengamalan ibadah, akhlaq, yang lebih dikenal dengan pengembangan sumber daya manusia. Dengan melihat luasnya ruang lingkup dakwah bil-hal maka dalam pelaksanaannya diperlukan keterpaduan program, perencanaan pelaksanaan dan evaluasi dakwah bil-hal dengan berbagai instansi terkait, berbagai tenaga ahli dan disiplin ilmu. Ini artinya bahwa dakwah bil-hal harus dilaksanakan secara totalitas dan berangkat dari akar permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang lebih dikenal dengan empowering atau pemberdayaan jamaah.

 

3.      Pendekatan Dakwah bil-Qalb

Yang ketiga adalah pendekatan dakwah bil qalb, yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati (bi-Qalb) yaitu ketika berdakwah hati kita tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu saat mad’u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da’i atau muballigh, maka hati da’i tetap sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

 Dalam pendekatan bil qalbi ini yang lebih diutamakan adalah bagaimana suatu usaha atau kegiatan keagamaan dapat memuaskan batin (menenangkan batin) mad’u. Cirinya adalah pengambilan sikap diam yang diliputi suasana selalu taqarrub kepada Allah. Bentuk kongkrit dari pendekatan dakwah bil qalbi ini seperti dapat kita lihat sekarang adanya banyak kelompok tariqat atau kumpulan-kumpulan orang shaleh. Suatu contoh dalam sejarah dakwah yang paling banyak menggunakan pendekatan dakwah bil qalbi ini adalah Umar bin Abdul Aziz (khalifah Bani Ummayah). Beliau telah berhasil merombak struktur masyarakat yang tadinya berengsek menjadi masyarakat yang diliputi oleh suasana keagamaan yang mantap.Dan yang lebih penting bagi kita adalah semestinya segera ambil peran dalam dakwah Islam, apapun pendekatan yang kita pilih (bil lisan, bil hal, dan bil qalbi). Apalagi didalam menghadapi corak masyarakat kita sekarang ini, banyak diliputi oleh keresahan rohani, ketidakpastian, kecemasan, merasa tidak aman, melonggarnya ikatan social dan menggejalanya pandangan hidup materialistic sekularistik, perlu langkah pasti dalam dakwah di masa sekarang dan akan dating.

Hemat kita, sikap dakwah Islam adalah harus melibatkan ketiga pendekatan/langgam dakwah tersebut, yakni bil lisan, bil hal dan bil qalbi. Jadi untuk masyarakat kota, karena telah banyak dilakukan dengan pendekatan bil lisan, maka sekarang diusahakan penggabungan dengan pendekatan bil qalbi. Di kota sudah mulai terasa keresahan rohani dan kejenuhan terhadap gejala modern, maka dapat diusahakan dan dibentuk kelompok-kelompok yasinan misalnya atau semacam amalan dzikrullah. Dengan pendekatan ini akan memberikan makna yang dalam, misalnya ketenangan batin, ketenteraaman, kepasrahan, dan sebagainya. Disamping itu, di kota juga diperlukan pendekatan dakwah bil lisan, misalnya senantiasa menyuburkan dialog Islam terbuka, seminar dakwah islam dalam rangka menggali teori-teori baru yang berkaitan dengan strategi dakwah.

Apapun tentang pendekatan dakwah Islam dalam masyarakat di pedesaan, dapat dipastikan bahwa pergeseran nilai dan kecenderungan masyarakat sebagaimana dialami oleh masyarakat perkotaan akan menimpa pula di pedesaan. Akan tetapi kecenderungan itu belum begitu terasa. Oleh karena itu sebagai antisipatif dakwahnya, maka pendekatan dakwah di desa harus segera diubah. Kalau tadinya di desa banyak menggunakan pendekatan bil qalbi, maka sekarang telah saatnya lebih diutamakan pendekatan bil yad. Maksudnya tidak lain agar masyarakat desa tidak hanya menghidupkan kelompok-kelompok shalawatan, yasinan saja, tetapi juga amal kongkrit dalam urusan kemasyarakatan (pembangunan) dalam membentuk masyarakat yang madani di pedesaan, seimbang antara dunia dan akhirat. Membangun lembaga-lembaga social ekonomi, pendidikan yang berbasis wong cilik, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat harus digalakkan di desa.

Upaya inilah yang kita yakini merupakan sebagaian dari alternative pemecahan masalah yang dihadapi oleh umat. Sebab berbicara tentang dakwah pada hakekatnya adalah berbicara tentang umat dengan segala permasalahannya.

Terimakasih Semoga membantu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar