ISLAMISASI DI PULAU JAWA
Secara garis besar Denys Lombard membedakan tiga tahap dalam peresapan islam di wilyah Jawa:
1) Berlangsungnya islamisasi wilayah pantai utara, melalui pelabuhan perdagangan yang sejak abad ke – 15 memainkan peranan yang paling penting, lalu mulai masuknya Islam ke daerah pedalaman yang secara berangsur-angsur memunculkan semacam borjuis islam di pedalaman sehingga terbentuklah “Jaringan islam pedesaan”, dengan peran penting yang di mainkan oleh pesantren dan tarekat. Pada gilirannya,perkembangan semacam ini memungkinkan bagi kelangsungan striktur yang sudah ada di masa Hindia Belanda sejak abad ke 19, yaitu makin terbukanya kemungkinan bagi rakyat indonesia untuk naik Haji. Konsekuensinya , islam di Jawa-termasuk di kawasan pedesaan- mendapat akses yang luas dan langsung dari pusat islam (Makkah dan Kairo).
Dengan mengacu pada fase-fase islamisasi di jawa yang di kemukakan Khuluq tersebut, pada fase kedua islamisasi di jawa berlangsung dengan cepat.percepatan islamisasi ini, terutama sebagai hasil dari dakwah para Wali sebagai perints dan penyebar agama islam di jawa.
Para wali memegang ke pemimpina yang karismatik. Pada satu pihak, demikian menurut sartono,otoritas mereka dapat berbentuk formal sebagai penguasa politik atau raja; pada pihak lain,terlepas dari pelembagaan politik atau tidak,mereka memiliki kekuasaan sosial-religius yang kuat. Pda umumnya para ahli berpendapat bahwa islam di indonesia di sebarluaskan melalui jalan damai. Tidak ada misi khusus-seperti dalam agama protestan atau katolik-untuk menyebarkan islam di indonesia,paling tidak pada masa awal. Namun,perkembangan islamisasi indonesia ini sebetulnya menggunakan tiga metode:
1.
Disebarkan oleh
pedagang muslim dalam suasana damai.
2.
Disebarkan oleh
para juru dakwah dan para wali khusus dari India dan Arab untuk mengislamkan
penduduk dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan keimanan mereka.
3. Disebarkan dengan kekuatan untuk berperang melawan pemerintah kafir, Metode terakhir ini terjadi segera setelah sebuah kerajaan islam berdiri di indonesia dimana kadang-kadang islam di sebarkan dari sana kek kawasan lain melalui peperangan.
Perlu di tegaskan disini bahwa teori-teori yang dikemukakan diatas,
pada dasarnya tidak membicarakan masuknya agama islam ke setiap pulau di
Nusantara. Teori-teori tersebut hanya menganalisis masuknya agama islam di
Pulau Sumatera, khususnya Aceh,dan Pulau Jawa. Kedua pulau ini dipandang
mempunyao peranan penting dalam perkembangan Islam di pulau-pulau lain di
Indonesia.
Kini Islam telah menjadi agama mayoritas di Indonesia dan telah
memberi warna atau corak peradaban yang khas di negeri ini. Sebagai agama
universal,Islam telah membawa peradabannya sendiriyang berakar kuat pada
tradisi yang sangat panjang sejak masa Rasululloh. Ketika bersentuhan dengan
situasi lokal dan partikular, peradaban islam itu tetap mempertahankan
esensinya yang sejati,walau secara instrumental menampakan bentuk-bentuk yang
kondisional
Kiranya
perlu di kemukakan disini tentang beberapa alasan mengapa Islam begitu cepat
tersebar di Melayu-Indonesia. Paling tidak terdapat tiga faktor utama yang ikut
mempercepat prosoes penyebaran islam di wilayah ini khususnya di Jawa.
Pertama,ajaran islam yang menekankan prinsip ketauhidan dalam sistem
ketuhanannya. Kedua,fleksibilitas (daya lentur) ajaran islam. Ketiga
,sufat-sifat islam yang demikian,pada gilirannya dapat dipandang oleh
masyarakat Indonesia sebagai institusi yang amat dominan dalam melawan
kolonialisme bangsa eropa.
SALURAN DAN
CARA ISLAMISASI DI INDONESIA KHUSUSNYA DI JAWA
Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat
umumnya, dilakukan secara damai.
Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan
disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam
dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang
menghendaki kekuasaan itu.
Mereka berhubungan
dengan pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai
pelayaran dan perdagangan.
Apabila kerajaan Islam
sudah berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap kerajaan non-Islam. Hal
itu bukanlah karena persoalan agama tetapi karena dorongan politis untuk
menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Menurut Uka
Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:
1.
Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah
perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M.
membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian
dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua
Asia.
Saluran
Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan
bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik
kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran
Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka
Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di
pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir.
Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan
mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan
karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa
tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit
yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya
karena factor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena
factor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.
2.
Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagnang Muslim memiliki
status social yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk
pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri
saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu.
Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya,
timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim
yang dikawani oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini
masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila
terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak
adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat
proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan
Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten, Brawijaya
dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak) dan
lain-lain.
3.
Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan
teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan
menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan
setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan keada penduduk pribumi
mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama
Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.
Diantara
ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persaman dengan alam
pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah
Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang
di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 M ini.
4.
Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik
pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai,
dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan
kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke
kampong masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam.
Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya
dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak yang diundang ke
Maluku untuk mengajarkan agama Islam.
5.
Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling
terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang
paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah
pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan
kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita
Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama
pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti
sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6.
Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat
masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja
sangat berpengaruh tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di
Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi kempentingan politik,
kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan
kerajaan Islam secara poltik banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu
masuk Islam.
Sumber :
ü Dr. Badri Yatim, M.A.”Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II”.PT
Raja Grafindo Persada.Jakarta:2008.
ü Nor Huda, “Islam Nusantara”.Arr-Ruzz Media.jogjakarta:2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar