Dakwah dan Pembaharuan Islam di Indonesia Awal Abad XX
Masuknya Islam di Indonesia sejak abad ke 13 telah menjadikan wilayah Indonesia ini dihuni oleh mayoritas umat Islam. Ketika Islam masuk dan berkembang di wilayah ini tidak dapat lepas dari peran para pedagang asing, khususnya dari India dan Arab, di samping para pengembara yang memang lebih dikenal sebagai propagandis Islam (Da,i). Ketika berkembang di wilayah pesisir, jalan Islam wajar-wajar saja. Akan tetapi ketika ia masuk ke wilayah pedalaman, maka ia mengalami perubahan, di mana dakwah Islam oleh para ulama cenderung memanfaatkan budaya yang telah turun-temurun. Dengan model tersebut dakwah meski berhasil memperoleh pengikut yang sangat besar, tetapi kurang memperhatikan kualitas keislaman para pengikut baru tersebut. Akhirnya dapat kita ketahui bahwa dakwah Islam di Indonesia masa awal telah menghasilkan Islam yang telah bercampur dengan budaya asli setempat. Islam sinkretis (campuran) inilah yang terus berjalan di sebagian besar nusantara.
Masuknya penjajah ke nusantara membawa kepada arah baru dakwah Islam. Paling tidak fanatisme Islam yang telah bersatu dengan rakyat membuat mereka memandang orang asing yang berlainan agama itu secara waspada. Selama orang Eropa di Indonesia hanya berdagang, maka tidak ada gejolak yang berarti. Namun demikian sejak tahun 1830, dengan dilakukannya reorganisasi pemerintahan di wilayah ini, mengantarkan Belanda menjadi penguasa bagi pribumi. Kondisi ini pada akhirnya menyulut kesadaran kaum pribumi akan penindasan yang dilakukan penjajah atas bangsa dan tanah airnya. Hal ini memuncak setelah terjadinya kerja paksa yang dijalankan oleh penjajah atas kaum pribumi. Kebencian pribumi terhadap penjajah menimbulkan kategorisasi baru antara keduanya, yaitu kategori muslim dan kafir. Kategorisasi ini secara tidak langsung telah memperkuat kembali semangat fanatisme beragama mereka, meski persoalan pengamalan syariat menjadi nomor dua. Semangat baru Islam ini juga tidak lepas dari tampilnya para ulama kontroversial yang tidak mendapat kedudukan di kerajaan, atau memang disingkirkan dari kerajaan. Kedekatan kerajaan dengan penjajah dijadikan sarana untuk menggalang kekuatan baru bagi mereka. Kelak ulama-ulama di luar kerajaan inilah yang membawa arus modernisasi dakwah Islam di Indonesia, hingga melahirkan berbagai organisasi yang besar pengaruhnya terhadap dakwah itu sendiri. Gerakan mereka merupakan suatu upaya untuk memperbaiki kondisi umat Islam khususnya, dan pribumi umumnya, agar dapat menjalankan tugas hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akherat. Inilah merupakan gerakan dakwah yang banyak ditampilkan oleh para tokoh muslim pada saat itu. Secara umum gerakan dakwah tersebut mengarah pada dua sasaran yang waktu itu dipandang mereka perlu untuk melakukan perubahan sesuai dengan garis agama yang “benar”. Secara umum dakwah mereka menghadapi dua masalah sekaligus menjadi sasaran kerjanya.
Sasaran Pertama adalah
menghadapi misi Kristen yang saat itu secara resmi dilakukan oleh pemerintah
Belanda. Sasaran kedua, adalah kondisi umat Islam yang terbelakang dan
pengamalan agama yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang pernah diajarkan
oleh Nabi.
Beberapa
sebab internal dan sebab-sebab eksternal pembaharuan Islam Indonesia. Dalam kehidupan
internal antara lain:
1.
Kehidupan agama
yang tidak sesuai dengan Al Qur'an dan Hadits dengan timbulnya perbuatan
syirik, bid’ah, dan khurafat yang telah menyebabkan islam menjadi beku.
2.
Keadaan bangsa
Indonesia serta umat Islam yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan,
kekolotan, dan
kemunduran.
3.
Tidak
mewujudkan semangat ukhuwwah islamiyyah dan tidak adanya organisasi Islam yang
kuat
4.
Lembaga
pendidikan Islam tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik dan sistem
pesantren yang sudah sangat kuno.
Sebab-sebab
eksternal antara lain:
1.
Adanya kolonialisme
Belanda di Indonesia.
2.
Kegiatan serta
kemajuan yang dicapai oleh golongan Kristen dan Katolik di Indonesia.
3.
Sikap sebagian
kaum intelektual Indonesia yang memandang Islam sebagai agama yang telah
ketinggalan jaman
4.
Adanya rencana
politik kistenisasi dri pemerintah Belanda, demi kepentingan politik
kolonialnya.
Sumber
referensi:
Khoiriyah.
Islam dan Logika Modern; Mengupas
PemahamanPembaharuan Islam. Yogyakarta:
Ar-Ruz Media. 2008.
Awal kelahiran gerakan pembaharuan di Indonesia
abad XX
Awal abad 20-an
terjadi perkembangan yang cukup menarik tentang pembaharuan Islam di Indonesia.
Sekitar awal abad ke-20 itu, ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai
arus pemikiran dan gerakan IslamdiIndonesia.Pemikiran al-Afghani dan
Abduh serta gerakan Wahabi yang berkembang di dunia Islam telah menemukan
jalannya ke Indonesia dan menyadarkan para tokoh Islam untuk bergerak melakukan
pembaharuan di Indonesia yang saat itu masih dikuasai penjajah.Belum lagi
masalah internal dan infiltrasi yang masuk ke dalam ajaran Islam membuat
gerakan pembaharuan Islam menemukan arti sendiri. Maka kemudian bermunculan organisasi seperti
Muhammadiyah, Persis, dan NU yang eksistensinya masih dapat kita lihat hingga
sekarang.Dan masih banyak lagi gerakan pembaharuan Islam lainnya yang lahir di
awal abad 20, baik itu yang bergerak di bidang social keagamaan ataupun ranah
politik.Namun satu hal yang pasti, gerakan-gerakan ini baik secara langsung
atau tidak telah turut membantu lahirnya Negara Indonesia yang merdeka. Aliran pemikiran
modern umumnya mengikuti pemikiran dari Muhammad Abduh.Ajaran Abduh menyerukan
pembaharuan islam dengan cara menekankan al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber
utama hukum agama tanpa kumpulan-kumpulan penafsiran yang menyertai. Di
Indonesia sendiri, para pengikut pemikiran keagamaan modernis terkenal sebagai
kaum muda, karena mereka mendukung perubahan radikal dalam pemikiran dan
praktek keagamaaan yang kemudian ada di nusantara. Dan
yang menentang perubahan-perubahan yang dikembangkan oleh kaum muda dan
memepertahankan system keagamaan yang mapan di Indonesia adalah “kaum Tua”.Kaum
tua meyakini bahwa kebenaran yang dikemukakan didalam ajaran-ajaran ulama’
besar pada jaman klasik dan zaman pertengahan semisal Ghazali,, maturidi dan
al-Asy’ari dalam bidang teologi, dan imam-imam dari mahdzab besar dalam bidang
hukum tidak berubah. Kebenaran, begitu kata kaum tua tidak pernah perlu untuk
dikaji ulang karena ia tidak pernah diubah oleh perubahan waktu dan
kondisi karena dihawatirkan ada
kesalahan dalam penafsiran Al-Quran dan hadits.
Dimulai daari
usaha Ahmad Taher dan hadji Rasul diperalihan abad, kaum muda melakukan polemic
keras melawan kaum tua untuk mempertahankan praktek-praktek ini menekankan pada
tasawuf,ketaatan pada mahdzab-mahdzab,upacara ritual yang “tidak otoritatif”
dan doa-doa yang dimaksudkan untuk mengantarkan roh yang baru meninggal dunia,
kaum muda menyusun sejumlah dalil-dalil yang bersumber dari al-Qur’an dan
Hadits yang didukung dengan argument kaum modernis muslim timur tengah, dan
menyajikanya dan kekuatan nalar untuk membuktikan keabsahan pandangan mereka
sekaligus membantah pandangan lawan mereka.
Perbedaan
antara kaum muda dan tua juga terbawa dalam masalah-masalah keagamaan. Kaum tua
menegaskan bahwa guru agama merupakan satu-satunya penafsir yang memenuhu
syarat mengenai ajaran tentang doktrin
agama, dan orang awam harus menerima penafsiran penafsiran itu tanpa
pertanyaaan dan dalil yang lebih lanjut. Muslim modernis (kaum muda)
berpendapat bahwa sementara hanya ulama’ saja yang berhak menafsirkan
sumber-sumber agama, tetapi orang awam juga punya hak untuk berijtihad.Inilah
yang saya yakini sebagai munculnya gerakan modernis.
Factor yang
mempengaruhi gerakan pembaharuan di indonesia. Menurut steenbrink, setidaknya
terdapat empat factor penting yang mendorong perubahan dan pembaharuan gerakan
islam di Indonesia saat itu :
1.
Adanya tekanan kuat kembali kepada ajaran
al-quran dan Hadits yang keduanya dijadikan sebagai landasan berfikir untuk
menilai pola keagamaan dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Tema sentral
dari kecendrungan ini adalah menolak setiap pengaruh budaya lokal yang dianggap
mengontaminasi kemurnian ajaran Islam. Sehingga upaya kembali pada ajaran
Al-Qur’an dan Hadist dipilih sebagai jawaban solutif atas problem keberagaman
yang meluas di masyarakat.
2.
kuatnya semangat perlawanan terhadap
kolonialisme Belanda. Gerakan perlawanan ini banyak direalisasikan oleh
kelompok nasionalis yang terus berusaha menentang kebijakan penjajah belanda,
tetapi mereka juga enggan menerima gerakan Pan-Islamisme
3. kuatnya motivasi dari komunitas muslim untuk mendirikan organisasi dibidang sosial –ekonomi yang diharapkan bermanfaat demi kepentingan mereka sendiri, maupun kepentingan public gencarnya upaya memperbaiki pendidikan Islam.
Beberapa gerakan pembaharuan islam yanga ada di Indonesia pada abad 20 diantaranya :
1.
Muhammadiyah
2.
NU (Nadhatul Ulama’)
3.
Persis (persatuan islam )
4.
Al-jami’ah al-khairiyah
5.
Al-irsyad
6.
JIL (jaringan Islam liberal )
7. JIM (jaringan intelektual muda muhammadiyah
Muhammadiyah
Sejarah Berdirinya
Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah salah satu
organisasi masa islam dan organisasi dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang
berakidah islam dan bersumber pada Al-quran dan sunnah. Secara etimologis nama
ini berasa dari kata Muhammad, yaitu nama Rasulullah SAW yang ditambah ya’
nisbah dan ta’ marbutoh yang berarti “pengikut Nabi Muhammad Saw”.
KH.Ahmad Dahlan (pendiri
Muhammadiyah) menegaskan “ Muhamadiyah bukanlah nama perempuan melainkan
berarti umat Muhammad, pengikut Muhammad, Nabi Muhammad SAW utusan Tuhan yang
penghabisan ”.
Awal aba ke-20 didalam sejarah
Indonesia dikenal sebagai fajar kebangkitan nasional karena permulaan abad ini
ditantadai dengan lahirnya berbagai organisisi sosoial-pendidikan keagamaan
seperti muhammadiyah. Sekalipun demikian kelahiran muhammadiyah tidak lepas
dari aspirasi tuntutan zaman.
Nadhatul Ulama’
Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama
didirikan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. atas kesadaran dan keinsyafan bahwa setiap manusia
hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat,
manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya terhadapnya.
Persatuan, ikatan batin, saling bantu-mambantu dan kesatuan merupakan prasyarat
dari tumbuhnya tali persaudaraan dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi
terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.
Nahdlatul Ulama
artinya Kebangkitan Ulama didirikan di Surabaya sebagai reaksi terhadap
berdirinya gerakan reformasi dalam Islam di Indonesia, dan mempertahankan salah
satu mazhab empat dalam masalah yang berhubungan dengan fiqih (hukum Islam).
Dalam hal i’tiqad berpegang pada aliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tokoh
pendiri NU adalah KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisyri Syamsuri, KH. Ma’shum Lasem
dan sebagai ketua pertamanya adalah KH. Hasyim Asy’ari.
Gerakan-Gerakan
Selain NU dan Muhammadiyah
A.
Al-Jami’ah
al-Khairiyah (Jami’at Khair)
Dilatarbelakangi perasaan keberatan
akan peraturan pas jalan (Passen Stelsel) yang diberlakukan oleh Pemerintah
Hindia Belanda, dimana setiap orang Arab yang keluar dari KampungArab harus
membayar uang pas jalan dan jika melanggar akan dikenai denda f25, suatu jumlah
uang yang cukup besar saat itu, serta adanya diskriminasi pendidikan bagi
anak-anak mereka dan ditambah berbagai permasalahan social yang mereka hadapi,
maka sekelompok orang Arab berinisiatif mendirikan organisasi al- Jami’ah
al-Khairiyah di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905 Organisasi ini terbuka untuk
setiap Muslim tanpa Selain itu, organisasi ini juga membuka majlis taklim dan
menyediakan perpustakaan untuk anggotanya. Pada 1913, didirikan pula percetakan
atau maktabah Jami’at Khair dan pada 31 Maret 1913 diterbitkan harian “Utusan
Hindia” yang dipimpin oleh OemarmSaid Tjokroaminoto.
Organisasi ini sangat terpengaruh pemikiran Abduh yang mana sangat
menekankan mempelajari bahasa Arab untuk memahami sumber-sumber Islam. Pada awalnya, Jami’at Khair merupakan
organisasi kecil yang beranggotakan 70 orang tetapi pada perkembangannya
ditahun 1915 tercatat ada kira-kira 1000 orang anggota.
Organisasi ini merupakan gerakan reformis modernis pertama di
Indonesia yang manamelakukan pembaharuan di bidang pendidikan dan pemikiran
Islam. Pemikiran mereka mampu berkembang secara luas dan diterima masyarakat
Indonesia melalui sekolah-sekolah yang mereka bangun, juga dari harian yang
mereka terbitkan sendiri. Sayangnya organisasi ini kemudian mengalami
kemunduran dikarenakan perbedaan pandangan dalam tubuh internal organisasi
B.
Al-Irsyad
(Jami’at al-Islah wa al-Irsyad al-Islamiyah)
Al-Irsyad berdiri pada tanggal 6
September 1914.Pendiri awalnya merupakan anggota Jami’at Khair yang keluar
karena perbedaan pandangan dalam tubuh organisasi, yaitu terkait persamaan
kedudukan sesama Muslim. Nama lengkap organisasi ini adalah Jami’at al-Islah wa
al-Irsyad al-Islamiyah dan tokoh sentralnya adalah Syaikh Ahmad Surkati
al-Anshari. Beliau merintis al-Irsyad untuk memperbaiki pemahaman Jami’at Khair
tentang keagamaan yang masih kolot, walau dalam pendidikannya sudah maju.
Beberapa persoalan masyarakat
Indonesia yang sangat mengganggu Surkati saat itu adalah persoalan taklid
bermazhab, masalah bid’ah dan khurafat, pemujaan yang berlebihan terhadap orang
yang dianggap suci, dan praktek ekstrem tarekat-tarekat. Dari hal ini kemudian
Surkati menyatakan beberapa pemikirannya, yaitu:
1.
Muslim yang
baik seharusnya menjauhkan diri dari para pejabat pemerintahan
kolonial.
2.
Terkait urusan
agama, Surkati menolak campur tangan dalam bentuk apapun dari pemerintah colonial
tetapi dia tidak menolak jika diminta mereka member nasehat tentang agama.
3.
Segala
persoalan dicarikan penyelesaiannya dalam al-Qur’an dan hadis sedangkan dalam
praktek kehidupannya sendiri disesuaikan dengan al-Qur’an.
4.
Menolak
cerita-cerita akhir dunia yang dibumbui khurafat.
5.
Membenci
pelanggaran terhadap aturan agama seperti minum minuman keras.
6.
Membasmi segala
bid’ah seperti pemujaan terhadap orang yang dianggap suci dan acara talqin,
tahlil.
7.
Menolak ucapan
ekstrem orang sufi dan praktek tarekat-tarekat tertentu.
Dari
pemikirannya tersebut, Surkati digolongkan sebagai salah sau pembaharu Islam di
Indonesia. Pendirian al-Irsyad pun didorong oleh ketaatannya kepada akidah
agama murni yang diturunkan Allah swt.lewat al-Qur’an dan Hadis.
Pada
dasarnya, al-Irsyad memiliki prinsip dan tujuan pembaharuan yang hampir sama
dengan Muhammadiyah tapi pada perkembangannya al-Irsyad kurang begitu
berkembang. Menurut penulis hal ini dikarenakan pada
awalnya al-Irsyad ini didirikan oleh orang Arab dan mayoritas
anggotanya juga Arab sehingga orang pribumi yang menjadi mayoritas
penduduk Indonesia lebih nyaman memilih Muhammadiyah sebagai
organisasinya, tentunya dikarenakan Muhammadiyah didirikan oleh seorang pribumi
walaupun beliau pernah belajar di Arab.
C.
PERSIS
(Persatuan Islam)
Sejarah Persis, Tampilnya jam’iyyah
Persatuan islam (Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20
telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam. Persis
lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam
dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme
yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik,
rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajahan
kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam
Pada tanggal 12 September 1923,
bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi
mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis).
Tujuan dan Aktifitas PersisPada
dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah.
Untuk mencapai tujuan jam’iyyah, Persis melaksanakan berbagai kegiatan antara
lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4
Maret 1936.
Kepemimpinan Persis periode pertama
(1923 1942) berada di bawah pimpinan H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Ahmad
Hassan, dan Muhammad Natsir yang menjalankan roda organisasi pada masa
penjajahan kolonial Belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalam
menyebarkan ide-ide dan pemikirannya.Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945),
ketika semua organisasi Islam dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis
bergerak sendiri-sendiri menentang usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala
Jepang.cenderung ke arah low profile yang bersifrat persuasive edukatif dalam
menyebarkan faham-faham al-Quran dan Sunnah.
D.
JIMM
(Jaringan Intelektual Muhammadiyah)
JIMM adalah singkatan dari Jaringan
Intelektual Muda Muhammadiyah.Ini merupakan komunitas generasi Muhammadiyah
yang merasa bahwa gerakan pemikiran dan intelektual di Muhammadiyah mengalami
kemandekan.Sebagai sebuah komunitas yang bergerak di bidang pemikiran, JIMM
tidak memiliki sistem keanggotaan yang mengikat.JIMM berdiri pada bulan Oktober
2003, di Bogor melalui sebuah workshop yang diorganisir oleh Ma'arif Institute
for Culture and Humanity, Jakarta.Tokoh penting di balik kelahiran JIMM adalah
Moeslim Abdurrahman danSyafii Maarif. Baik
Moeslim maupun Syafii sama-sama memberikan ruang yang cukup luas bagi anak-anak
muda Muhammadiyah yang tergabung dalam JIMM untuk berekspresi dalam bidang
pemikiran, utamanya pemikiran Islam dan sosial.
Meski bukan organisasi resmi, JIMM
memiliki sejumlah presidium yang berfungsi sebagai koordinator atas berbagai
kegiatan JIMM.Secara metodologis, JIMM lahir sebagai respon untuk melakukan
dinamisasi pemikiran Islam dalam Muhammadiyah.Meskipun demikian, respon dari
kalangan Muhammadiyah sangat beragam. Tetapi mayoritas respon itu justru
melihat JIMM sebagai gejala negatif, sehingga muncul sejumlah plesetan untuk
nama JIMM. Di Yogyakarta, misalnya, JIMM diartikan sebagai Jaringan Iblis Muda
Muhammadiyah.
JIMM (Jaringan Intelektual
Muda Muhammadiyah)), disebut sebagai gejala kebangkitan kaum muda
Muhammadiyah, setelah fenomena yang sama terjadi pada NU. NU telah lama
diramaikan oleh kebangkitan kaum mudanya.Kaum muda NU itu terlibat dalam
berbagai pergolakan pemikiran dan aktivitas. Kebangkitan kaum muda NU terutama
terlihat dalam apa yang disebut Jaringan Islam Liberal dan Post Tradisionalisme
Islam.
E.
JIL
(Jaringan Islam Liberal)
Pada tahun 1970-an, bersamaan
dengan munculnya orde baru yang memberikan tantangan tersendiri bagi umat
islam. Terhadap situasi baru yang sedang dihadapi, mereka tidak menemukan
jawabanya dari sumber-sumber masa lalu, maka mereka memberikan jawabanya dari
latar belakang pendidikan mereka masing-masing. Maka muncullah kelompok anak muda
“pembaharuan pemikiran islam”. Mereka menamakan kelompoknya dengan Islam
Liberal.
Beberapa permasalahan yang berusaha
mereka cermati oleh isalam liberal yaitu hal-hal atau fenomena-fenomena yang
berkaitan dengan permasalahan kontemporer. Secara garis besar,dalam mensikapi
fenomena yang dikembalikan pada nash keagamaan (AL-Quran dan Hadist) adalah
dengan mengambangkan adalah dengan meode hermeneutika atau filsafat
relatifisme.
Pokok Pemikiran :
1.
Membuka Pintu
Ijtihad Pada Semua Dimensi Islam
2.
Memaknai Teks Al-Quran
Dan Al-Hadist Secara Liberal Dengan Mengutamakan Semangat Religio-Etik
3.
Berpihak Kepada
Kaum Minoritas Yang Tertindas Dan Mewujudkan Keadilan Sejati, Baik Etnis, Agama
Maupun Gender.
4.
Kebebasan
Beragama Memisahkan Otoritas Duniawi Dan Ukhrowi, Otoritas Agama Dan Politik
Problematika
Yang Dihadapi Islam Liberal :
1.
Nikah Beda
Agama
2.
Jilbab Bagi
Wanita
3.
Wahyu Tidak
Terputus
4.
Kebenaran Ada
Pada Semua Agama Dan Keyakinan
Sumber refrensi :
1. http://nadhyneoprofone.blogspot.com/2012/06/nah-ne-ge-ngomongin-sejarah-peradaban.html
2.
Howard M.Federspiel, PERSATUAN ISLAM Pembaharuan Islam Indonesia abad XX, Trj. Yudian
W. asmin, afandi Mochtar, Yogyakarta : Gajahmada University press, 1996
3.
Khoiriyah. Islam dan Logika Modern; Mengupas
PemahamanPembaharuan Islam. Yogyakarta:
Ar-Ruz Media. 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar