Minggu, 12 Februari 2023

 Dakwah dan Pembaharuan Islam di Indonesia Awal Abad XX

Masuknya Islam di Indonesia sejak abad ke 13 telah menjadikan wilayah Indonesia ini dihuni oleh mayoritas umat Islam. Ketika Islam masuk dan berkembang di wilayah ini tidak dapat lepas dari peran para pedagang asing, khususnya dari India dan Arab, di samping para pengembara yang memang lebih dikenal sebagai propagandis Islam (Da,i). Ketika berkembang di wilayah pesisir, jalan Islam wajar-wajar saja. Akan tetapi ketika ia masuk ke wilayah pedalaman, maka ia mengalami perubahan, di mana dakwah Islam oleh para ulama cenderung memanfaatkan budaya yang telah turun-temurun. Dengan model tersebut dakwah meski berhasil memperoleh pengikut yang sangat besar, tetapi kurang memperhatikan kualitas keislaman para pengikut baru tersebut. Akhirnya dapat kita ketahui bahwa dakwah Islam di Indonesia masa awal telah menghasilkan Islam yang telah bercampur dengan budaya asli setempat. Islam sinkretis (campuran) inilah yang terus berjalan di sebagian besar nusantara.                                         

Masuknya penjajah ke nusantara membawa kepada arah baru dakwah Islam. Paling tidak fanatisme Islam yang telah bersatu dengan rakyat membuat mereka memandang orang asing yang berlainan agama itu secara waspada. Selama orang Eropa di Indonesia hanya berdagang, maka tidak ada gejolak yang berarti. Namun demikian sejak tahun 1830, dengan dilakukannya reorganisasi pemerintahan di wilayah ini, mengantarkan Belanda menjadi penguasa bagi pribumi. Kondisi ini pada akhirnya menyulut kesadaran kaum pribumi akan penindasan yang dilakukan penjajah atas bangsa dan tanah airnya. Hal ini memuncak setelah terjadinya kerja paksa yang dijalankan oleh penjajah atas kaum pribumi. Kebencian pribumi terhadap penjajah menimbulkan kategorisasi baru antara keduanya, yaitu kategori muslim dan kafir. Kategorisasi ini secara tidak langsung telah memperkuat kembali semangat fanatisme beragama mereka, meski persoalan pengamalan syariat menjadi nomor dua. Semangat baru Islam ini juga tidak lepas dari tampilnya para ulama kontroversial yang tidak mendapat kedudukan di kerajaan, atau memang disingkirkan dari kerajaan. Kedekatan kerajaan dengan penjajah dijadikan sarana untuk menggalang kekuatan baru bagi mereka. Kelak ulama-ulama di luar kerajaan inilah yang membawa arus modernisasi dakwah Islam di Indonesia, hingga melahirkan berbagai organisasi yang besar pengaruhnya terhadap dakwah itu sendiri. Gerakan mereka merupakan suatu upaya untuk memperbaiki kondisi umat Islam khususnya, dan pribumi umumnya, agar dapat menjalankan tugas hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akherat. Inilah merupakan gerakan dakwah yang banyak ditampilkan oleh para tokoh muslim pada saat itu. Secara umum gerakan dakwah tersebut mengarah pada dua sasaran yang waktu itu dipandang mereka perlu untuk melakukan perubahan sesuai dengan garis agama yang “benar”. Secara umum dakwah mereka menghadapi dua masalah sekaligus menjadi sasaran kerjanya.

Sasaran Pertama adalah menghadapi misi Kristen yang saat itu secara resmi dilakukan oleh pemerintah Belanda. Sasaran kedua, adalah kondisi umat Islam yang terbelakang dan pengamalan agama yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang pernah diajarkan oleh Nabi.               

Beberapa sebab internal dan sebab-sebab eksternal pembaharuan Islam Indonesia. Dalam kehidupan internal antara lain:

1.      Kehidupan agama yang tidak sesuai dengan Al Qur'an dan Hadits dengan timbulnya perbuatan syirik, bid’ah, dan khurafat yang telah menyebabkan islam menjadi beku.

2.      Keadaan bangsa Indonesia serta umat Islam yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan,

kekolotan, dan kemunduran.

3.      Tidak mewujudkan semangat ukhuwwah islamiyyah dan tidak adanya organisasi Islam yang kuat

4.      Lembaga pendidikan Islam tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik dan sistem pesantren yang sudah sangat kuno.

Sebab-sebab eksternal antara lain:

1.      Adanya kolonialisme Belanda di Indonesia.

2.      Kegiatan serta kemajuan yang dicapai oleh golongan Kristen dan Katolik di Indonesia.

3.      Sikap sebagian kaum intelektual Indonesia yang memandang Islam sebagai agama yang telah ketinggalan jaman

4.      Adanya rencana politik kistenisasi dri pemerintah Belanda, demi kepentingan politik kolonialnya.          

 

Sumber referensi:                                                                                                       

Khoiriyah. Islam dan Logika Modern; Mengupas PemahamanPembaharuan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. 2008.

Awal kelahiran gerakan pembaharuan di Indonesia abad XX

Awal abad 20-an terjadi perkembangan yang cukup menarik tentang pembaharuan Islam di Indonesia. Sekitar awal abad ke-20 itu, ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan IslamdiIndonesia.Pemikiran al-Afghani dan Abduh serta gerakan Wahabi yang berkembang di dunia Islam telah menemukan jalannya ke Indonesia dan menyadarkan para tokoh Islam untuk bergerak melakukan pembaharuan di Indonesia yang saat itu masih dikuasai penjajah.Belum lagi masalah internal dan infiltrasi yang masuk ke dalam ajaran Islam membuat gerakan pembaharuan Islam menemukan arti sendiri. Maka kemudian bermunculan organisasi seperti Muhammadiyah, Persis, dan NU yang eksistensinya masih dapat kita lihat hingga sekarang.Dan masih banyak lagi gerakan pembaharuan Islam lainnya yang lahir di awal abad 20, baik itu yang bergerak di bidang social keagamaan ataupun ranah politik.Namun satu hal yang pasti, gerakan-gerakan ini baik secara langsung atau tidak telah turut membantu lahirnya Negara Indonesia yang merdeka. Aliran pemikiran modern umumnya mengikuti pemikiran dari Muhammad Abduh.Ajaran Abduh menyerukan pembaharuan islam dengan cara menekankan al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama hukum agama tanpa kumpulan-kumpulan penafsiran yang menyertai. Di Indonesia sendiri, para pengikut pemikiran keagamaan modernis terkenal sebagai kaum muda, karena mereka mendukung perubahan radikal dalam pemikiran dan praktek keagamaaan yang kemudian ada di nusantara. Dan yang menentang perubahan-perubahan yang dikembangkan oleh kaum muda dan memepertahankan system keagamaan yang mapan di Indonesia adalah “kaum Tua”.Kaum tua meyakini bahwa kebenaran yang dikemukakan didalam ajaran-ajaran ulama’ besar pada jaman klasik dan zaman pertengahan semisal Ghazali,, maturidi dan al-Asy’ari dalam bidang teologi, dan imam-imam dari mahdzab besar dalam bidang hukum tidak berubah. Kebenaran, begitu kata kaum tua tidak pernah perlu untuk dikaji ulang karena ia tidak pernah diubah oleh perubahan waktu dan kondisi  karena dihawatirkan ada kesalahan dalam penafsiran Al-Quran dan hadits.                      

Dimulai daari usaha Ahmad Taher dan hadji Rasul diperalihan abad, kaum muda melakukan polemic keras melawan kaum tua untuk mempertahankan praktek-praktek ini menekankan pada tasawuf,ketaatan pada mahdzab-mahdzab,upacara ritual yang “tidak otoritatif” dan doa-doa yang dimaksudkan untuk mengantarkan roh yang baru meninggal dunia, kaum muda menyusun sejumlah dalil-dalil yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang didukung dengan argument kaum modernis muslim timur tengah, dan menyajikanya dan kekuatan nalar untuk membuktikan keabsahan pandangan mereka sekaligus membantah pandangan lawan mereka.

Perbedaan antara kaum muda dan tua juga terbawa dalam masalah-masalah keagamaan. Kaum tua menegaskan bahwa guru agama merupakan satu-satunya penafsir yang memenuhu syarat  mengenai ajaran tentang doktrin agama, dan orang awam harus menerima penafsiran penafsiran itu tanpa pertanyaaan dan dalil yang lebih lanjut. Muslim modernis (kaum muda) berpendapat bahwa sementara hanya ulama’ saja yang berhak menafsirkan sumber-sumber agama, tetapi orang awam juga punya hak untuk berijtihad.Inilah yang saya yakini sebagai munculnya gerakan modernis.

Factor yang mempengaruhi gerakan pembaharuan di indonesia. Menurut steenbrink, setidaknya terdapat empat factor penting yang mendorong perubahan dan pembaharuan gerakan islam di Indonesia saat itu :

1.      Adanya tekanan kuat kembali kepada ajaran al-quran dan Hadits yang keduanya dijadikan sebagai landasan berfikir untuk menilai pola keagamaan dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Tema sentral dari kecendrungan ini adalah menolak setiap pengaruh budaya lokal yang dianggap mengontaminasi kemurnian ajaran Islam. Sehingga upaya kembali pada ajaran Al-Qur’an dan Hadist dipilih sebagai jawaban solutif atas problem keberagaman yang meluas di masyarakat.

2.      kuatnya semangat perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Gerakan perlawanan ini banyak direalisasikan oleh kelompok nasionalis yang terus berusaha menentang kebijakan penjajah belanda, tetapi mereka juga enggan menerima gerakan Pan-Islamisme

3.      kuatnya motivasi dari komunitas muslim untuk mendirikan organisasi dibidang sosial –ekonomi yang diharapkan bermanfaat demi kepentingan mereka sendiri, maupun kepentingan public gencarnya upaya memperbaiki pendidikan Islam.

Beberapa gerakan pembaharuan islam yanga ada di Indonesia pada abad 20 diantaranya :

1.      Muhammadiyah

2.      NU (Nadhatul Ulama’)

3.      Persis (persatuan islam )

4.      Al-jami’ah al-khairiyah

5.      Al-irsyad

6.      JIL (jaringan Islam liberal )

7.       JIM (jaringan intelektual muda muhammadiyah

Muhammadiyah

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi masa islam dan organisasi dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang berakidah islam dan bersumber pada Al-quran dan sunnah. Secara etimologis nama ini berasa dari kata Muhammad, yaitu nama Rasulullah SAW yang ditambah ya’ nisbah dan ta’ marbutoh yang berarti “pengikut Nabi Muhammad Saw”.

KH.Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) menegaskan “ Muhamadiyah bukanlah nama perempuan melainkan berarti umat Muhammad, pengikut Muhammad, Nabi Muhammad SAW utusan Tuhan yang penghabisan ”.

Awal aba ke-20 didalam sejarah Indonesia dikenal sebagai fajar kebangkitan nasional karena permulaan abad ini ditantadai dengan lahirnya berbagai organisisi sosoial-pendidikan keagamaan seperti muhammadiyah. Sekalipun demikian kelahiran muhammadiyah tidak lepas dari aspirasi tuntutan zaman. 

Nadhatul Ulama’

  Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU)

Nahdlatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. atas  kesadaran dan keinsyafan bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya terhadapnya. Persatuan, ikatan batin, saling bantu-mambantu dan kesatuan merupakan prasyarat dari tumbuhnya tali persaudaraan dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.

Nahdlatul Ulama artinya Kebangkitan Ulama didirikan di Surabaya sebagai reaksi terhadap berdirinya gerakan reformasi dalam Islam di Indonesia, dan mempertahankan salah satu mazhab empat dalam masalah yang berhubungan dengan fiqih (hukum Islam). Dalam hal i’tiqad berpegang pada aliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tokoh pendiri NU adalah KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisyri Syamsuri, KH. Ma’shum Lasem dan sebagai ketua pertamanya adalah KH. Hasyim Asy’ari.

 

Gerakan-Gerakan Selain NU dan Muhammadiyah

A.     Al-Jami’ah al-Khairiyah (Jami’at Khair)

Dilatarbelakangi perasaan keberatan akan peraturan pas jalan (Passen Stelsel) yang diberlakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda, dimana setiap orang Arab yang keluar dari KampungArab harus membayar uang pas jalan dan jika melanggar akan dikenai denda f25, suatu jumlah uang yang cukup besar saat itu, serta adanya diskriminasi pendidikan bagi anak-anak mereka dan ditambah berbagai permasalahan social yang mereka hadapi, maka sekelompok orang Arab berinisiatif mendirikan organisasi al- Jami’ah al-Khairiyah di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905 Organisasi ini terbuka untuk setiap Muslim tanpa Selain itu, organisasi ini juga membuka majlis taklim dan menyediakan perpustakaan untuk anggotanya. Pada 1913, didirikan pula percetakan atau maktabah Jami’at Khair dan pada 31 Maret 1913 diterbitkan harian “Utusan Hindia” yang dipimpin oleh OemarmSaid Tjokroaminoto.

Organisasi ini sangat terpengaruh pemikiran Abduh yang mana sangat menekankan mempelajari bahasa Arab untuk memahami sumber-sumber Islam.  Pada awalnya, Jami’at Khair merupakan organisasi kecil yang beranggotakan 70 orang tetapi pada perkembangannya ditahun 1915 tercatat ada kira-kira 1000 orang anggota.

Organisasi ini merupakan gerakan reformis modernis pertama di Indonesia yang manamelakukan pembaharuan di bidang pendidikan dan pemikiran Islam. Pemikiran mereka mampu berkembang secara luas dan diterima masyarakat Indonesia melalui sekolah-sekolah yang mereka bangun, juga dari harian yang mereka terbitkan sendiri. Sayangnya organisasi ini kemudian mengalami kemunduran dikarenakan perbedaan pandangan dalam tubuh internal organisasi

 

B.     Al-Irsyad (Jami’at al-Islah wa al-Irsyad al-Islamiyah)

Al-Irsyad berdiri pada tanggal 6 September 1914.Pendiri awalnya merupakan anggota Jami’at Khair yang keluar karena perbedaan pandangan dalam tubuh organisasi, yaitu terkait persamaan kedudukan sesama Muslim. Nama lengkap organisasi ini adalah Jami’at al-Islah wa al-Irsyad al-Islamiyah dan tokoh sentralnya adalah Syaikh Ahmad Surkati al-Anshari. Beliau merintis al-Irsyad untuk memperbaiki pemahaman Jami’at Khair tentang keagamaan yang masih kolot, walau dalam pendidikannya sudah maju.

Beberapa persoalan masyarakat Indonesia yang sangat mengganggu Surkati saat itu adalah persoalan taklid bermazhab, masalah bid’ah dan khurafat, pemujaan yang berlebihan terhadap orang yang dianggap suci, dan praktek ekstrem tarekat-tarekat. Dari hal ini kemudian Surkati menyatakan beberapa pemikirannya, yaitu:

1.      Muslim yang baik seharusnya menjauhkan diri dari para pejabat pemerintahan

kolonial.

2.      Terkait urusan agama, Surkati menolak campur tangan dalam bentuk apapun dari pemerintah colonial tetapi dia tidak menolak jika diminta mereka member nasehat tentang agama.

3.      Segala persoalan dicarikan penyelesaiannya dalam al-Qur’an dan hadis sedangkan dalam praktek kehidupannya sendiri disesuaikan dengan al-Qur’an.

4.      Menolak cerita-cerita akhir dunia yang dibumbui khurafat.

5.      Membenci pelanggaran terhadap aturan agama seperti minum minuman keras.

6.      Membasmi segala bid’ah seperti pemujaan terhadap orang yang dianggap suci dan acara talqin, tahlil.

7.      Menolak ucapan ekstrem orang sufi dan praktek tarekat-tarekat tertentu.

Dari pemikirannya tersebut, Surkati digolongkan sebagai salah sau pembaharu Islam di Indonesia. Pendirian al-Irsyad pun didorong oleh ketaatannya kepada akidah agama murni yang diturunkan Allah swt.lewat al-Qur’an dan Hadis.

Pada dasarnya, al-Irsyad memiliki prinsip dan tujuan pembaharuan yang hampir sama dengan Muhammadiyah tapi pada perkembangannya al-Irsyad kurang begitu berkembang. Menurut penulis hal ini dikarenakan pada awalnya al-Irsyad ini didirikan oleh orang Arab dan mayoritas anggotanya juga Arab sehingga orang pribumi yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia lebih nyaman memilih Muhammadiyah sebagai organisasinya, tentunya dikarenakan Muhammadiyah didirikan oleh seorang pribumi walaupun beliau pernah belajar di Arab.

 

C.     PERSIS (Persatuan Islam)

Sejarah Persis, Tampilnya jam’iyyah Persatuan islam (Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam

Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis).

Tujuan dan Aktifitas PersisPada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah. Untuk mencapai tujuan jam’iyyah, Persis melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4 Maret 1936.

Kepemimpinan Persis periode pertama (1923 1942) berada di bawah pimpinan H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Muhammad Natsir yang menjalankan roda organisasi pada masa penjajahan kolonial Belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya.Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ketika semua organisasi Islam dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis bergerak sendiri-sendiri menentang usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala Jepang.cenderung ke arah low profile yang bersifrat persuasive edukatif dalam menyebarkan faham-faham al-Quran dan Sunnah.

 

D.    JIMM (Jaringan Intelektual Muhammadiyah)

JIMM adalah singkatan dari Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah.Ini merupakan komunitas generasi Muhammadiyah yang merasa bahwa gerakan pemikiran dan intelektual di Muhammadiyah mengalami kemandekan.Sebagai sebuah komunitas yang bergerak di bidang pemikiran, JIMM tidak memiliki sistem keanggotaan yang mengikat.JIMM berdiri pada bulan Oktober 2003, di Bogor melalui sebuah workshop yang diorganisir oleh Ma'arif Institute for Culture and Humanity, Jakarta.Tokoh penting di balik kelahiran JIMM adalah Moeslim Abdurrahman danSyafii Maarif. Baik Moeslim maupun Syafii sama-sama memberikan ruang yang cukup luas bagi anak-anak muda Muhammadiyah yang tergabung dalam JIMM untuk berekspresi dalam bidang pemikiran, utamanya pemikiran Islam dan sosial.

Meski bukan organisasi resmi, JIMM memiliki sejumlah presidium yang berfungsi sebagai koordinator atas berbagai kegiatan JIMM.Secara metodologis, JIMM lahir sebagai respon untuk melakukan dinamisasi pemikiran Islam dalam Muhammadiyah.Meskipun demikian, respon dari kalangan Muhammadiyah sangat beragam. Tetapi mayoritas respon itu justru melihat JIMM sebagai gejala negatif, sehingga muncul sejumlah plesetan untuk nama JIMM. Di Yogyakarta, misalnya, JIMM diartikan sebagai Jaringan Iblis Muda Muhammadiyah.

JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah)), disebut sebagai gejala kebangkitan kaum muda Muhammadiyah, setelah fenomena yang sama terjadi pada NU. NU telah lama diramaikan oleh kebangkitan kaum mudanya.Kaum muda NU itu terlibat dalam berbagai pergolakan pemikiran dan aktivitas. Kebangkitan kaum muda NU terutama terlihat dalam apa yang disebut Jaringan Islam Liberal dan Post Tradisionalisme Islam.

 

E.     JIL (Jaringan Islam Liberal)

Pada tahun  1970-an, bersamaan dengan munculnya orde baru yang memberikan tantangan tersendiri bagi umat islam. Terhadap situasi baru yang sedang dihadapi, mereka tidak menemukan jawabanya dari sumber-sumber masa lalu, maka mereka memberikan jawabanya dari latar belakang pendidikan mereka masing-masing. Maka muncullah kelompok anak muda “pembaharuan pemikiran islam”. Mereka menamakan kelompoknya dengan Islam Liberal.

Beberapa permasalahan yang berusaha mereka cermati oleh isalam liberal yaitu hal-hal atau fenomena-fenomena yang berkaitan dengan permasalahan kontemporer. Secara garis besar,dalam mensikapi fenomena yang dikembalikan pada nash keagamaan (AL-Quran dan Hadist) adalah dengan mengambangkan adalah dengan meode hermeneutika atau filsafat relatifisme.

 

Pokok Pemikiran :

1.      Membuka Pintu Ijtihad Pada Semua Dimensi Islam

2.      Memaknai Teks Al-Quran Dan Al-Hadist Secara Liberal Dengan Mengutamakan Semangat Religio-Etik

3.      Berpihak Kepada Kaum Minoritas Yang Tertindas Dan Mewujudkan Keadilan Sejati, Baik Etnis, Agama Maupun Gender.

4.      Kebebasan Beragama Memisahkan Otoritas Duniawi Dan Ukhrowi, Otoritas Agama Dan Politik

Problematika Yang Dihadapi Islam Liberal :

1.      Nikah Beda Agama

2.      Jilbab Bagi Wanita

3.      Wahyu Tidak Terputus

4.      Kebenaran Ada Pada Semua Agama Dan Keyakinan

 

Sumber refrensi :

1.      http://nadhyneoprofone.blogspot.com/2012/06/nah-ne-ge-ngomongin-sejarah-peradaban.html

2.      Howard M.Federspiel, PERSATUAN ISLAM Pembaharuan Islam Indonesia abad XX, Trj. Yudian W. asmin, afandi Mochtar, Yogyakarta : Gajahmada University press, 1996

3.      Khoiriyah. Islam dan Logika Modern; Mengupas PemahamanPembaharuan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar