Minggu, 12 Februari 2023

 PENDEKATAN DAKWAH (DAKWAH BIL-LISAN, DAKWAH BIL-HAL, DAKWAH BIL-QALBI)


A.    PENDEKATAN DAKWAH

Dakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat islam diseluruh dunia. Terlebih bagi mereka yang telah memiliki pengetahuan agama Islam, menurut batas kemampuan masing-masing. Dan dakwah disini merupakan suatu upaya menyampaikan ajaran agama Islam oleh seseorang/kelompok kepada seseorang atau sekelompok orang agar mereka meyakini/memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan benar. Dari definisi tersebut kita bisa ambil kesimpulan bahwa tujuan dakwah adalah merubahan keyakinan, pengetahuan dan perilaku sasaran dakwah agar sesuai dengan ajaran Islam. kemudian agar dakwah yang kita lakukan bisa sukses dan bisa mencapai tujuan tersebut, semua unsur-unsur yang ada didalam dakwah pun harus terpenuhi diantaranya, harus ada Da’i, mad’u, materi, media, metode, tujuan dan efek. Selain unsur-unsur yang harus terpenuhi  ada hal lain yang tak kalah penting guna mendukung kesuksesan berdakwah yaitu suatu pendekatan dakwah Yang dimaksud dengan pendekatan (approach) adalah penentuan strategi dan pola dasar dan langkah dakwah yang di dalamnya terdapata metode dan teknik unuk mencapai tujuan dakwah. Penentuan pendekatan dakwah didasarkan atas kondisi sasaran dakwah dan suasana yang melingkupinya. Ada banyak pendekatan dakwah yang bisa kita terapkan ketika kita berdakwah tapi kali ini kita hanya akan membahas 3 pendekatan dakwah yaitu :

1.      Dakwah bil-lisan

2.      Dakwah bil-hal dan

3.      Dakwah bil-Qalb

 

B.     PENJELASAN MACAM-MACAM PENDEKATAN DAKWAH

 

1.      Pendekatan Dakwah bil Lisan

Yang pertama adalah dakwah bil lisan, dakwah bil lisan merupakan dakwah yang paling sering dan paling umum digunakan para da’i. Dakwah bil lisan disini sesuai dengan sebuah hadis nabi yang berbunyi :

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“ Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].

Dakwah bil-lisan adalah metode  penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). Dalam metode dakwah dengan lisan seorang da’i dalam berdakwah hendaknya dengan menggunakan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.

Rafiudin manan juga membagi metode Dakwah bil lisan menjadi beberapa macam diantaranya :
1) Qaulan ma’rufan, yaitu dengan berbicara dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai misi agama, yaitu agama Allah, agama Islam, seperti menyebarluaskan salam, mengawali pekerjaan dengan membaca basmalah, mengakhiri pekerjaan dengan membaca hamdalah, dan sebagainya.
2) Mudzakarah, yaitu mengingatkan orang lain jika berbuat salah, baik dalam beribadah maupun dalam perbuatan.
3) Nasehatuddin, yaitu memberi nasehat kepada orang yang sedang dilanda problem kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya dengan baik, seperti bimbingan penyuluhan agama dan sebagainya.
4) Majelis Talim, seperti pembahasan bab-bab dengan mengunakan buku atau kitab dan berakhir dengan dialik,
5) Pengajian Umum, yaitu menyajikan materi dakwah di depan umum. Yang mana isi dari materi dakwah tidak terlalu banyak, tetapi menarik perhatian pengunjung.

 

2.      Pendekatan Dakwah bil-Hal

Ada beberapa pengertian tentang dakwah bil-hal. Secara harfiah dakwah bil-hal berarti menyampaikan ajaran Islam dengan amaliah nyata. Dan dakwah bil hal juga bukan menjadi tandingan dakwah bil-lisan tetapi saling melengkapi antara keduanya. Dalam pengertian lebih luas dakwah bil-hal, dimaksudkan sebagai keseluruhan upaya mengajak orang secara sendiri-sendiri maupun berkelompok untuk mengembangkan diri dan masyarakat dalam rangka mewujudkan tatanan sosial ekonomi dan kebutuhan yang lebih baik menurut tuntunan Islam, yang berarti dakwah bil hal disini banyak menekankan pada masalah kemasyarakatan seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dengan wujud amal nyata terhadap sasaran dakwah.

Sementara itu ada juga yang menyebut dakwah bil-hal dengan istilah dakwah bil-Qudwah yang berarti dakwah praktis dengan cara menampilkan akhlaq karimah. Sejalan dengan ini seperti apa yang dikatakan oleh Buya Hamka bahwa akhlaq merupakan alat dakwah,yakni budi pekerti yang dapat dilihat orang, bukan pada ucapan lisan yang manis serta tulisan yang memikat saja tetapi juga dengan budi pekerti yang luhur.

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa dakwah bil-hal mempunyai peran dan kedudukan penting dalam dakwah bil-lisan. Dakwah bil-hal bukan bermaksud mengganti maupun menjadi perpanjangan dari dakwah bil-lisan, keduanya mempunyai peran penting dalam proses penyampaian ajaran Islam, hanya saja harus tetap dijaga agar tetap seimbang antara isi dakwah yang disampaikan secara lisan dengan perbuatan nyata da'i . Dalam hal ini peran da'i akan menjadi sangat penting, sebab da'i yang menyampaikan pesan dakwah kepada umat akan disorot oleh umat sebagai panutan.  Apa yang ia katakan dan ia lakukan akan ditiru oleh jama'ahnya. Itulah sebabnya apa yang ia katakan harus sesuai dengan apa yang ia perbuat, jika tidak maka da'i akan menjadi cemoohan umat dan pada gilirannya dia akan ditinggalkan oleh jamaahnya.

Selain itu ada yang menyatakan bahwa dakwah bil-hal adalah kegiatan dakwah yang dilakukan dengan memberi bantuan materi. Sementara yang lain menyebut dakwah melalui tulisan dan kreativitas tangan yang lain juga merupakan salah satu bentuk atau wujud dakwah bil-hal. Ada juga yang mendefinisikan dakivah bil-hal sebagai upaya yang bersifat menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan kemampuan jamaah dalam mengatasi masalah mereka dan lebih dari itu setiap kegiatan dakwah yang dilakukan harus ada tindak-lanjutnya secara berkesinambungan. Dakivah bil-hal merupakan upaya dakwah dengan melakukan perbuatan nyata, dan wujudnya pun tentu beraneka ragam, dapat berupa bantuan yang diberikan pada orang lain baik bantuan moril maupun materiil sebagaimana firman Allah:

وما لكم لا تقاتلون في سبيل الله والمستضعفين من الرجال والنساء والوالدان الذين يقولون ربنا اخرجنا من هذه القرية الظالم أهلها واجعل لنا من لدنك وليا واجعل لنا من لدنك نصيرا

"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: `Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!`. (Q.S An-nisa : 75)

Dalam ayat ini terdapat dorongan yang kuat agar kaum muslimin membela (rnembantu) saudara-saudaranya yang lemah (mempunyai beban masalah) dengan cara mengetuk pintu hati setiap orang yang memiliki perasaan dan berkeinginan baik. Menurut Jamaludin Al-Qasimi yang dimaksud dengan kalimat membantu yang lemah adalah membantu membebaskan orang muslim yang lemah dan sedang menghadapi masalah (kesulitan dan kesusahan) serta menjaganya dari ancaman musuh. Baik masalah yang dihadapi itu berhubungan dengan kesusahan hidup yang bersifat materi maupun non materi. Pernyataan ini diperkuat dengan pemyataan Rasulullah dalam sebuah hadits:

"Orang Islam itu bersaudara, maka janganlah seorang Islam menganiaya saudaranya dan jangan membiarkannya tersiksa. Barang siapa memenuhi hajat saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Barang siapa yang membantu mengatasi kesulitan orang lain maka Allah akan melepaskan kesulitan-kesulitan di hari kiamat dan siapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah menutupinya dihari kiamat"

Dalam hadits tersebut jelas sekali bahwa membiarkan sesama muslim teraniaya adalah berdosa dan membantu mereka keluar dari kesulitan yang dihadapinya adalah ibadah yang bernilai dakwah. Dalam surat al-Isra' ayat 84 Allah berfirman:

قل كل يعمل على شاكلته فربكم اعلم بمن هو اهدى سبيلا

“Katakanlah: `Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing`. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Q.S al isra’ : 84)

Dalam firman tersebut ada kata Syakilatih yang berarti keadaannya masing-masing. Oleh Hamka kata "Syakilatih" diartikan bakat atau bawaan. Jika dipahami secara mendalam dan dikaitkan dengan kondisi sekarang, bakat bawaan seseorang yang didukung dengan situasi lingkungan dan dikembangkan maka akan berubah menjadi kemampuan profesional. Jika dihubungkan dengan dakwah bil-hal maka masing-masing muslim hendaknya berdakwah menurut kemampuan dan profesi mereka. sebagai contoh, seorang dokter bisa berdakwah dengan keahliannya dalam masalah pengobatan medis. Jadi siapapapun bisa melakukan dakwah bil hal.

Selain dari ayat al-Qur'an surat al-isra’ ayat 84 tadi,  dalam hadits Rasulullah juga banyak memberikan dasar bagi dakwah bil-hal seperti hadits di bawah ini :

"Dari Anas ra. Berkata : Tidak pernah Rasulullah saw. dimintai sesuatu melainkan pasti ia membeiikannya. Sungguh telah datang seorang peminta kepadanya, maka diberinya kambing yang berada di antara dua bukit, maka ia kembali kepada kaumnya dan mengajak mereka "Hai kaumku, segeralah kamu masuk Islam, karena Muhammad memberi kepada seseorang yang sama sekali tidak khawatir habis atau menjadi miskin". Sesungguhnya  orang-orang dahulu masuk Islam karena ingin dunia tetapi tidak lama kemudian tumbuh kecintaannya terhadap Islam melebihi semua kekayaan dunia. Dari hadits di atas terlihat betapa gerakan dakwah Rasul mengembangkan isu antara kelas masyarakat kuat dan masyarakat lemah, antara kaya dan miskin (yang kaya membantu yang miskin). Karena itu pula Rasulullah selalu memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh seseorang sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh umatnya sekalipun masalah materi, dalam hal ini banyak hadits memberikan petunjuk untuk melakukan dakwah bil-hal. Misalnya sebuah hadits yang menyatakan, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah" Maksud hadits di atas adalah orang yang memberi bantuan kepada orang lebih baik dari pada menerima bantuan, ini dapat dipahami bahwa pemberian dapat berupa materiil (bantuan materi maupun non materi yang berupa gagasan/ pemikiran).

 

Ruang Lingkup Dakwah Bil-Hal

Ruang lingkup dakwah bil-hal sebagaimana disebutkan dalam buku Pedoman Dakwah Bil-Hal adalah meliputi semua persoalan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok (basic needs) manusia, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan fisik material ekonomis, oleh karena itu kegiatan dakwah bil-hal disini lebih menekankan pada pengembangan kehidupan dan penghidupan masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Bentuk-bentuk pengembangan kegiatan dakwah bil-hal dapat dilakukan melalui bentuk pengembangan kehidupan dan penghidupan manusia seperti:

1. Penyelenggaraan pendidikan pada masyarakat

2. Kegiatan Koperasi

3. Pengembangan kegiatan transmigrasi

4. Penyelenggaraan usaha kesehatan masyarakat seperti mendirikan Rumah Sakit, Poliklinik, Balai Pengobatan, dan sebagainya

5. Peningkatan gizi masyarakat

6. Penyelenggaraan panti asuhan

7. Penciptaan lapangan kerja

8. Peningkatan penggunaan media cetak, media informasi dan komunikasi

serta seni budaya.

sebenarnya dakwah bil-hal tidak hanya berkaitan dengan masalah usaha peningkatan kesejahteraan materiil saja tetapi juga termasuk usaha pemenuhan dan peningkatan kebutuhan dan kesejahteraan non materiil, usaha seperti meningkatkan kualitas pengamalan ibadah, akhlaq, yang lebih dikenal dengan pengembangan sumber daya manusia. Dengan melihat luasnya ruang lingkup dakwah bil-hal maka dalam pelaksanaannya diperlukan keterpaduan program, perencanaan pelaksanaan dan evaluasi dakwah bil-hal dengan berbagai instansi terkait, berbagai tenaga ahli dan disiplin ilmu. Ini artinya bahwa dakwah bil-hal harus dilaksanakan secara totalitas dan berangkat dari akar permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang lebih dikenal dengan empowering atau pemberdayaan jamaah.

 

3.      Pendekatan Dakwah bil-Qalb

Yang ketiga adalah pendekatan dakwah bil qalb, yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati (bi-Qalb) yaitu ketika berdakwah hati kita tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu saat mad’u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da’i atau muballigh, maka hati da’i tetap sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

 Dalam pendekatan bil qalbi ini yang lebih diutamakan adalah bagaimana suatu usaha atau kegiatan keagamaan dapat memuaskan batin (menenangkan batin) mad’u. Cirinya adalah pengambilan sikap diam yang diliputi suasana selalu taqarrub kepada Allah. Bentuk kongkrit dari pendekatan dakwah bil qalbi ini seperti dapat kita lihat sekarang adanya banyak kelompok tariqat atau kumpulan-kumpulan orang shaleh. Suatu contoh dalam sejarah dakwah yang paling banyak menggunakan pendekatan dakwah bil qalbi ini adalah Umar bin Abdul Aziz (khalifah Bani Ummayah). Beliau telah berhasil merombak struktur masyarakat yang tadinya berengsek menjadi masyarakat yang diliputi oleh suasana keagamaan yang mantap.Dan yang lebih penting bagi kita adalah semestinya segera ambil peran dalam dakwah Islam, apapun pendekatan yang kita pilih (bil lisan, bil hal, dan bil qalbi). Apalagi didalam menghadapi corak masyarakat kita sekarang ini, banyak diliputi oleh keresahan rohani, ketidakpastian, kecemasan, merasa tidak aman, melonggarnya ikatan social dan menggejalanya pandangan hidup materialistic sekularistik, perlu langkah pasti dalam dakwah di masa sekarang dan akan dating.

Hemat kita, sikap dakwah Islam adalah harus melibatkan ketiga pendekatan/langgam dakwah tersebut, yakni bil lisan, bil hal dan bil qalbi. Jadi untuk masyarakat kota, karena telah banyak dilakukan dengan pendekatan bil lisan, maka sekarang diusahakan penggabungan dengan pendekatan bil qalbi. Di kota sudah mulai terasa keresahan rohani dan kejenuhan terhadap gejala modern, maka dapat diusahakan dan dibentuk kelompok-kelompok yasinan misalnya atau semacam amalan dzikrullah. Dengan pendekatan ini akan memberikan makna yang dalam, misalnya ketenangan batin, ketenteraaman, kepasrahan, dan sebagainya. Disamping itu, di kota juga diperlukan pendekatan dakwah bil lisan, misalnya senantiasa menyuburkan dialog Islam terbuka, seminar dakwah islam dalam rangka menggali teori-teori baru yang berkaitan dengan strategi dakwah.

Apapun tentang pendekatan dakwah Islam dalam masyarakat di pedesaan, dapat dipastikan bahwa pergeseran nilai dan kecenderungan masyarakat sebagaimana dialami oleh masyarakat perkotaan akan menimpa pula di pedesaan. Akan tetapi kecenderungan itu belum begitu terasa. Oleh karena itu sebagai antisipatif dakwahnya, maka pendekatan dakwah di desa harus segera diubah. Kalau tadinya di desa banyak menggunakan pendekatan bil qalbi, maka sekarang telah saatnya lebih diutamakan pendekatan bil yad. Maksudnya tidak lain agar masyarakat desa tidak hanya menghidupkan kelompok-kelompok shalawatan, yasinan saja, tetapi juga amal kongkrit dalam urusan kemasyarakatan (pembangunan) dalam membentuk masyarakat yang madani di pedesaan, seimbang antara dunia dan akhirat. Membangun lembaga-lembaga social ekonomi, pendidikan yang berbasis wong cilik, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat harus digalakkan di desa.

Upaya inilah yang kita yakini merupakan sebagaian dari alternative pemecahan masalah yang dihadapi oleh umat. Sebab berbicara tentang dakwah pada hakekatnya adalah berbicara tentang umat dengan segala permasalahannya.

Terimakasih Semoga membantu.

 

ISLAMISASI DI PULAU JAWA


Secara garis besar Denys Lombard membedakan tiga tahap dalam peresapan islam di wilyah Jawa:

1)      Berlangsungnya islamisasi wilayah pantai utara, melalui pelabuhan perdagangan yang sejak abad ke – 15 memainkan peranan yang paling penting, lalu mulai masuknya Islam ke daerah pedalaman  yang secara berangsur-angsur memunculkan semacam borjuis islam di pedalaman sehingga terbentuklah “Jaringan islam pedesaan”, dengan peran penting yang di mainkan oleh pesantren dan tarekat. Pada gilirannya,perkembangan semacam ini memungkinkan bagi kelangsungan striktur yang sudah ada di masa Hindia Belanda sejak abad ke 19, yaitu makin terbukanya kemungkinan bagi rakyat indonesia untuk naik Haji. Konsekuensinya , islam di Jawa-termasuk di kawasan pedesaan- mendapat akses yang luas dan langsung dari pusat islam (Makkah dan Kairo).

 Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Lathiful Khuluq. Menurutnya,minimal ada lima fase penyebaran islam kepada masyarakat jawa. Pertama,islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang muslim dari india dan arabia kepada komunitas masyarakat biasa di pesisir utara pulau jawa. Kedua,islamisasi yang dilakukan oleh para ulama yang terkenal dengan sebutan “Wali Sanga”. Ketiga ,islamisasi di bawah kerajaan islam Mataram yang berpusat di pedalaman pulau jawa,terutama pada masa Sultan Agung. Keempat,islamisasi yang di warnai dengan makin maraknya gerakan pemurnian islam yang di bawa ke nusantara pada abad ke-18. Kelima,islamisasi dengan di tandai gerakan Reformasi yang dilakukan oleh organisasi-organisasi islam seperti Jami’at Al-khair (1901),Sarekat islam (1911),Muhammadiyah (1912), dan sebagainya.

    Dengan mengacu pada fase-fase islamisasi di jawa yang di kemukakan Khuluq tersebut, pada fase kedua islamisasi di jawa berlangsung dengan cepat.percepatan islamisasi ini, terutama sebagai hasil dari dakwah para Wali sebagai perints dan penyebar agama islam di jawa.

    Para wali memegang ke pemimpina yang karismatik. Pada satu pihak, demikian menurut sartono,otoritas mereka dapat berbentuk formal sebagai penguasa politik atau raja; pada pihak lain,terlepas dari pelembagaan politik atau tidak,mereka memiliki kekuasaan sosial-religius yang kuat. Pda umumnya para ahli berpendapat bahwa islam di indonesia di sebarluaskan melalui jalan damai. Tidak ada misi khusus-seperti dalam agama protestan atau katolik-untuk menyebarkan islam di indonesia,paling tidak pada masa awal. Namun,perkembangan islamisasi indonesia ini sebetulnya menggunakan tiga metode:

1.      Disebarkan oleh pedagang muslim dalam suasana damai.

2.      Disebarkan oleh para juru dakwah dan para wali khusus dari India dan Arab untuk mengislamkan penduduk dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan keimanan mereka.

3.      Disebarkan dengan kekuatan untuk berperang melawan pemerintah kafir, Metode terakhir ini terjadi segera setelah sebuah kerajaan islam berdiri di indonesia dimana kadang-kadang islam di sebarkan dari sana kek kawasan lain melalui peperangan.

Perlu di tegaskan disini bahwa teori-teori yang dikemukakan diatas, pada dasarnya tidak membicarakan masuknya agama islam ke setiap pulau di Nusantara. Teori-teori tersebut hanya menganalisis masuknya agama islam di Pulau Sumatera, khususnya Aceh,dan Pulau Jawa. Kedua pulau ini dipandang mempunyao peranan penting dalam perkembangan Islam di pulau-pulau lain di Indonesia.

Kini Islam telah menjadi agama mayoritas di Indonesia dan telah memberi warna atau corak peradaban yang khas di negeri ini. Sebagai agama universal,Islam telah membawa peradabannya sendiriyang berakar kuat pada tradisi yang sangat panjang sejak masa Rasululloh. Ketika bersentuhan dengan situasi lokal dan partikular, peradaban islam itu tetap mempertahankan esensinya yang sejati,walau secara instrumental menampakan bentuk-bentuk yang kondisional

Kiranya perlu di kemukakan disini tentang beberapa alasan mengapa Islam begitu cepat tersebar di Melayu-Indonesia. Paling tidak terdapat tiga faktor utama yang ikut mempercepat prosoes penyebaran islam di wilayah ini khususnya di Jawa. Pertama,ajaran islam yang menekankan prinsip ketauhidan dalam sistem ketuhanannya. Kedua,fleksibilitas (daya lentur) ajaran islam. Ketiga ,sufat-sifat islam yang demikian,pada gilirannya dapat dipandang oleh masyarakat Indonesia sebagai institusi yang amat dominan dalam melawan kolonialisme bangsa eropa.

 

SALURAN DAN CARA ISLAMISASI DI INDONESIA KHUSUSNYA DI JAWA

Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai.

Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu.

Mereka berhubungan dengan pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan.

Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap kerajaan non-Islam. Hal itu bukanlah karena persoalan agama tetapi karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.

 

Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:

1.        Saluran Perdagangan

Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia.

 Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka  Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir.

Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena factor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena factor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.

 

2.        Saluran Perkawinan

Dari sudut ekonomi, para pedagnang Muslim memiliki status social yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim.

Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawani oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak) dan lain-lain.

 

3.        Saluran Tasawuf

Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan keada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.

 Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persaman dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 M ini.

 

4.        Saluran Pendidikan

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampong masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.

 

5.        Saluran Kesenian

Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.

 

6.        Saluran Politik

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat berpengaruh tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi kempentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara poltik banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

 

 

Sumber :

ü  Dr. Badri Yatim, M.A.”Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II”.PT Raja Grafindo Persada.Jakarta:2008.

ü  Nor Huda, “Islam Nusantara”.Arr-Ruzz Media.jogjakarta:2013

 

 Dakwah dan Pembaharuan Islam di Indonesia Awal Abad XX

Masuknya Islam di Indonesia sejak abad ke 13 telah menjadikan wilayah Indonesia ini dihuni oleh mayoritas umat Islam. Ketika Islam masuk dan berkembang di wilayah ini tidak dapat lepas dari peran para pedagang asing, khususnya dari India dan Arab, di samping para pengembara yang memang lebih dikenal sebagai propagandis Islam (Da,i). Ketika berkembang di wilayah pesisir, jalan Islam wajar-wajar saja. Akan tetapi ketika ia masuk ke wilayah pedalaman, maka ia mengalami perubahan, di mana dakwah Islam oleh para ulama cenderung memanfaatkan budaya yang telah turun-temurun. Dengan model tersebut dakwah meski berhasil memperoleh pengikut yang sangat besar, tetapi kurang memperhatikan kualitas keislaman para pengikut baru tersebut. Akhirnya dapat kita ketahui bahwa dakwah Islam di Indonesia masa awal telah menghasilkan Islam yang telah bercampur dengan budaya asli setempat. Islam sinkretis (campuran) inilah yang terus berjalan di sebagian besar nusantara.                                         

Masuknya penjajah ke nusantara membawa kepada arah baru dakwah Islam. Paling tidak fanatisme Islam yang telah bersatu dengan rakyat membuat mereka memandang orang asing yang berlainan agama itu secara waspada. Selama orang Eropa di Indonesia hanya berdagang, maka tidak ada gejolak yang berarti. Namun demikian sejak tahun 1830, dengan dilakukannya reorganisasi pemerintahan di wilayah ini, mengantarkan Belanda menjadi penguasa bagi pribumi. Kondisi ini pada akhirnya menyulut kesadaran kaum pribumi akan penindasan yang dilakukan penjajah atas bangsa dan tanah airnya. Hal ini memuncak setelah terjadinya kerja paksa yang dijalankan oleh penjajah atas kaum pribumi. Kebencian pribumi terhadap penjajah menimbulkan kategorisasi baru antara keduanya, yaitu kategori muslim dan kafir. Kategorisasi ini secara tidak langsung telah memperkuat kembali semangat fanatisme beragama mereka, meski persoalan pengamalan syariat menjadi nomor dua. Semangat baru Islam ini juga tidak lepas dari tampilnya para ulama kontroversial yang tidak mendapat kedudukan di kerajaan, atau memang disingkirkan dari kerajaan. Kedekatan kerajaan dengan penjajah dijadikan sarana untuk menggalang kekuatan baru bagi mereka. Kelak ulama-ulama di luar kerajaan inilah yang membawa arus modernisasi dakwah Islam di Indonesia, hingga melahirkan berbagai organisasi yang besar pengaruhnya terhadap dakwah itu sendiri. Gerakan mereka merupakan suatu upaya untuk memperbaiki kondisi umat Islam khususnya, dan pribumi umumnya, agar dapat menjalankan tugas hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akherat. Inilah merupakan gerakan dakwah yang banyak ditampilkan oleh para tokoh muslim pada saat itu. Secara umum gerakan dakwah tersebut mengarah pada dua sasaran yang waktu itu dipandang mereka perlu untuk melakukan perubahan sesuai dengan garis agama yang “benar”. Secara umum dakwah mereka menghadapi dua masalah sekaligus menjadi sasaran kerjanya.

Sasaran Pertama adalah menghadapi misi Kristen yang saat itu secara resmi dilakukan oleh pemerintah Belanda. Sasaran kedua, adalah kondisi umat Islam yang terbelakang dan pengamalan agama yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang pernah diajarkan oleh Nabi.               

Beberapa sebab internal dan sebab-sebab eksternal pembaharuan Islam Indonesia. Dalam kehidupan internal antara lain:

1.      Kehidupan agama yang tidak sesuai dengan Al Qur'an dan Hadits dengan timbulnya perbuatan syirik, bid’ah, dan khurafat yang telah menyebabkan islam menjadi beku.

2.      Keadaan bangsa Indonesia serta umat Islam yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan,

kekolotan, dan kemunduran.

3.      Tidak mewujudkan semangat ukhuwwah islamiyyah dan tidak adanya organisasi Islam yang kuat

4.      Lembaga pendidikan Islam tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik dan sistem pesantren yang sudah sangat kuno.

Sebab-sebab eksternal antara lain:

1.      Adanya kolonialisme Belanda di Indonesia.

2.      Kegiatan serta kemajuan yang dicapai oleh golongan Kristen dan Katolik di Indonesia.

3.      Sikap sebagian kaum intelektual Indonesia yang memandang Islam sebagai agama yang telah ketinggalan jaman

4.      Adanya rencana politik kistenisasi dri pemerintah Belanda, demi kepentingan politik kolonialnya.          

 

Sumber referensi:                                                                                                       

Khoiriyah. Islam dan Logika Modern; Mengupas PemahamanPembaharuan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. 2008.

Awal kelahiran gerakan pembaharuan di Indonesia abad XX

Awal abad 20-an terjadi perkembangan yang cukup menarik tentang pembaharuan Islam di Indonesia. Sekitar awal abad ke-20 itu, ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan IslamdiIndonesia.Pemikiran al-Afghani dan Abduh serta gerakan Wahabi yang berkembang di dunia Islam telah menemukan jalannya ke Indonesia dan menyadarkan para tokoh Islam untuk bergerak melakukan pembaharuan di Indonesia yang saat itu masih dikuasai penjajah.Belum lagi masalah internal dan infiltrasi yang masuk ke dalam ajaran Islam membuat gerakan pembaharuan Islam menemukan arti sendiri. Maka kemudian bermunculan organisasi seperti Muhammadiyah, Persis, dan NU yang eksistensinya masih dapat kita lihat hingga sekarang.Dan masih banyak lagi gerakan pembaharuan Islam lainnya yang lahir di awal abad 20, baik itu yang bergerak di bidang social keagamaan ataupun ranah politik.Namun satu hal yang pasti, gerakan-gerakan ini baik secara langsung atau tidak telah turut membantu lahirnya Negara Indonesia yang merdeka. Aliran pemikiran modern umumnya mengikuti pemikiran dari Muhammad Abduh.Ajaran Abduh menyerukan pembaharuan islam dengan cara menekankan al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama hukum agama tanpa kumpulan-kumpulan penafsiran yang menyertai. Di Indonesia sendiri, para pengikut pemikiran keagamaan modernis terkenal sebagai kaum muda, karena mereka mendukung perubahan radikal dalam pemikiran dan praktek keagamaaan yang kemudian ada di nusantara. Dan yang menentang perubahan-perubahan yang dikembangkan oleh kaum muda dan memepertahankan system keagamaan yang mapan di Indonesia adalah “kaum Tua”.Kaum tua meyakini bahwa kebenaran yang dikemukakan didalam ajaran-ajaran ulama’ besar pada jaman klasik dan zaman pertengahan semisal Ghazali,, maturidi dan al-Asy’ari dalam bidang teologi, dan imam-imam dari mahdzab besar dalam bidang hukum tidak berubah. Kebenaran, begitu kata kaum tua tidak pernah perlu untuk dikaji ulang karena ia tidak pernah diubah oleh perubahan waktu dan kondisi  karena dihawatirkan ada kesalahan dalam penafsiran Al-Quran dan hadits.                      

Dimulai daari usaha Ahmad Taher dan hadji Rasul diperalihan abad, kaum muda melakukan polemic keras melawan kaum tua untuk mempertahankan praktek-praktek ini menekankan pada tasawuf,ketaatan pada mahdzab-mahdzab,upacara ritual yang “tidak otoritatif” dan doa-doa yang dimaksudkan untuk mengantarkan roh yang baru meninggal dunia, kaum muda menyusun sejumlah dalil-dalil yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang didukung dengan argument kaum modernis muslim timur tengah, dan menyajikanya dan kekuatan nalar untuk membuktikan keabsahan pandangan mereka sekaligus membantah pandangan lawan mereka.

Perbedaan antara kaum muda dan tua juga terbawa dalam masalah-masalah keagamaan. Kaum tua menegaskan bahwa guru agama merupakan satu-satunya penafsir yang memenuhu syarat  mengenai ajaran tentang doktrin agama, dan orang awam harus menerima penafsiran penafsiran itu tanpa pertanyaaan dan dalil yang lebih lanjut. Muslim modernis (kaum muda) berpendapat bahwa sementara hanya ulama’ saja yang berhak menafsirkan sumber-sumber agama, tetapi orang awam juga punya hak untuk berijtihad.Inilah yang saya yakini sebagai munculnya gerakan modernis.

Factor yang mempengaruhi gerakan pembaharuan di indonesia. Menurut steenbrink, setidaknya terdapat empat factor penting yang mendorong perubahan dan pembaharuan gerakan islam di Indonesia saat itu :

1.      Adanya tekanan kuat kembali kepada ajaran al-quran dan Hadits yang keduanya dijadikan sebagai landasan berfikir untuk menilai pola keagamaan dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Tema sentral dari kecendrungan ini adalah menolak setiap pengaruh budaya lokal yang dianggap mengontaminasi kemurnian ajaran Islam. Sehingga upaya kembali pada ajaran Al-Qur’an dan Hadist dipilih sebagai jawaban solutif atas problem keberagaman yang meluas di masyarakat.

2.      kuatnya semangat perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Gerakan perlawanan ini banyak direalisasikan oleh kelompok nasionalis yang terus berusaha menentang kebijakan penjajah belanda, tetapi mereka juga enggan menerima gerakan Pan-Islamisme

3.      kuatnya motivasi dari komunitas muslim untuk mendirikan organisasi dibidang sosial –ekonomi yang diharapkan bermanfaat demi kepentingan mereka sendiri, maupun kepentingan public gencarnya upaya memperbaiki pendidikan Islam.

Beberapa gerakan pembaharuan islam yanga ada di Indonesia pada abad 20 diantaranya :

1.      Muhammadiyah

2.      NU (Nadhatul Ulama’)

3.      Persis (persatuan islam )

4.      Al-jami’ah al-khairiyah

5.      Al-irsyad

6.      JIL (jaringan Islam liberal )

7.       JIM (jaringan intelektual muda muhammadiyah

Muhammadiyah

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi masa islam dan organisasi dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang berakidah islam dan bersumber pada Al-quran dan sunnah. Secara etimologis nama ini berasa dari kata Muhammad, yaitu nama Rasulullah SAW yang ditambah ya’ nisbah dan ta’ marbutoh yang berarti “pengikut Nabi Muhammad Saw”.

KH.Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) menegaskan “ Muhamadiyah bukanlah nama perempuan melainkan berarti umat Muhammad, pengikut Muhammad, Nabi Muhammad SAW utusan Tuhan yang penghabisan ”.

Awal aba ke-20 didalam sejarah Indonesia dikenal sebagai fajar kebangkitan nasional karena permulaan abad ini ditantadai dengan lahirnya berbagai organisisi sosoial-pendidikan keagamaan seperti muhammadiyah. Sekalipun demikian kelahiran muhammadiyah tidak lepas dari aspirasi tuntutan zaman. 

Nadhatul Ulama’

  Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU)

Nahdlatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. atas  kesadaran dan keinsyafan bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya terhadapnya. Persatuan, ikatan batin, saling bantu-mambantu dan kesatuan merupakan prasyarat dari tumbuhnya tali persaudaraan dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.

Nahdlatul Ulama artinya Kebangkitan Ulama didirikan di Surabaya sebagai reaksi terhadap berdirinya gerakan reformasi dalam Islam di Indonesia, dan mempertahankan salah satu mazhab empat dalam masalah yang berhubungan dengan fiqih (hukum Islam). Dalam hal i’tiqad berpegang pada aliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tokoh pendiri NU adalah KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisyri Syamsuri, KH. Ma’shum Lasem dan sebagai ketua pertamanya adalah KH. Hasyim Asy’ari.

 

Gerakan-Gerakan Selain NU dan Muhammadiyah

A.     Al-Jami’ah al-Khairiyah (Jami’at Khair)

Dilatarbelakangi perasaan keberatan akan peraturan pas jalan (Passen Stelsel) yang diberlakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda, dimana setiap orang Arab yang keluar dari KampungArab harus membayar uang pas jalan dan jika melanggar akan dikenai denda f25, suatu jumlah uang yang cukup besar saat itu, serta adanya diskriminasi pendidikan bagi anak-anak mereka dan ditambah berbagai permasalahan social yang mereka hadapi, maka sekelompok orang Arab berinisiatif mendirikan organisasi al- Jami’ah al-Khairiyah di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905 Organisasi ini terbuka untuk setiap Muslim tanpa Selain itu, organisasi ini juga membuka majlis taklim dan menyediakan perpustakaan untuk anggotanya. Pada 1913, didirikan pula percetakan atau maktabah Jami’at Khair dan pada 31 Maret 1913 diterbitkan harian “Utusan Hindia” yang dipimpin oleh OemarmSaid Tjokroaminoto.

Organisasi ini sangat terpengaruh pemikiran Abduh yang mana sangat menekankan mempelajari bahasa Arab untuk memahami sumber-sumber Islam.  Pada awalnya, Jami’at Khair merupakan organisasi kecil yang beranggotakan 70 orang tetapi pada perkembangannya ditahun 1915 tercatat ada kira-kira 1000 orang anggota.

Organisasi ini merupakan gerakan reformis modernis pertama di Indonesia yang manamelakukan pembaharuan di bidang pendidikan dan pemikiran Islam. Pemikiran mereka mampu berkembang secara luas dan diterima masyarakat Indonesia melalui sekolah-sekolah yang mereka bangun, juga dari harian yang mereka terbitkan sendiri. Sayangnya organisasi ini kemudian mengalami kemunduran dikarenakan perbedaan pandangan dalam tubuh internal organisasi

 

B.     Al-Irsyad (Jami’at al-Islah wa al-Irsyad al-Islamiyah)

Al-Irsyad berdiri pada tanggal 6 September 1914.Pendiri awalnya merupakan anggota Jami’at Khair yang keluar karena perbedaan pandangan dalam tubuh organisasi, yaitu terkait persamaan kedudukan sesama Muslim. Nama lengkap organisasi ini adalah Jami’at al-Islah wa al-Irsyad al-Islamiyah dan tokoh sentralnya adalah Syaikh Ahmad Surkati al-Anshari. Beliau merintis al-Irsyad untuk memperbaiki pemahaman Jami’at Khair tentang keagamaan yang masih kolot, walau dalam pendidikannya sudah maju.

Beberapa persoalan masyarakat Indonesia yang sangat mengganggu Surkati saat itu adalah persoalan taklid bermazhab, masalah bid’ah dan khurafat, pemujaan yang berlebihan terhadap orang yang dianggap suci, dan praktek ekstrem tarekat-tarekat. Dari hal ini kemudian Surkati menyatakan beberapa pemikirannya, yaitu:

1.      Muslim yang baik seharusnya menjauhkan diri dari para pejabat pemerintahan

kolonial.

2.      Terkait urusan agama, Surkati menolak campur tangan dalam bentuk apapun dari pemerintah colonial tetapi dia tidak menolak jika diminta mereka member nasehat tentang agama.

3.      Segala persoalan dicarikan penyelesaiannya dalam al-Qur’an dan hadis sedangkan dalam praktek kehidupannya sendiri disesuaikan dengan al-Qur’an.

4.      Menolak cerita-cerita akhir dunia yang dibumbui khurafat.

5.      Membenci pelanggaran terhadap aturan agama seperti minum minuman keras.

6.      Membasmi segala bid’ah seperti pemujaan terhadap orang yang dianggap suci dan acara talqin, tahlil.

7.      Menolak ucapan ekstrem orang sufi dan praktek tarekat-tarekat tertentu.

Dari pemikirannya tersebut, Surkati digolongkan sebagai salah sau pembaharu Islam di Indonesia. Pendirian al-Irsyad pun didorong oleh ketaatannya kepada akidah agama murni yang diturunkan Allah swt.lewat al-Qur’an dan Hadis.

Pada dasarnya, al-Irsyad memiliki prinsip dan tujuan pembaharuan yang hampir sama dengan Muhammadiyah tapi pada perkembangannya al-Irsyad kurang begitu berkembang. Menurut penulis hal ini dikarenakan pada awalnya al-Irsyad ini didirikan oleh orang Arab dan mayoritas anggotanya juga Arab sehingga orang pribumi yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia lebih nyaman memilih Muhammadiyah sebagai organisasinya, tentunya dikarenakan Muhammadiyah didirikan oleh seorang pribumi walaupun beliau pernah belajar di Arab.

 

C.     PERSIS (Persatuan Islam)

Sejarah Persis, Tampilnya jam’iyyah Persatuan islam (Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam

Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis).

Tujuan dan Aktifitas PersisPada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah. Untuk mencapai tujuan jam’iyyah, Persis melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4 Maret 1936.

Kepemimpinan Persis periode pertama (1923 1942) berada di bawah pimpinan H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Muhammad Natsir yang menjalankan roda organisasi pada masa penjajahan kolonial Belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya.Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ketika semua organisasi Islam dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis bergerak sendiri-sendiri menentang usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala Jepang.cenderung ke arah low profile yang bersifrat persuasive edukatif dalam menyebarkan faham-faham al-Quran dan Sunnah.

 

D.    JIMM (Jaringan Intelektual Muhammadiyah)

JIMM adalah singkatan dari Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah.Ini merupakan komunitas generasi Muhammadiyah yang merasa bahwa gerakan pemikiran dan intelektual di Muhammadiyah mengalami kemandekan.Sebagai sebuah komunitas yang bergerak di bidang pemikiran, JIMM tidak memiliki sistem keanggotaan yang mengikat.JIMM berdiri pada bulan Oktober 2003, di Bogor melalui sebuah workshop yang diorganisir oleh Ma'arif Institute for Culture and Humanity, Jakarta.Tokoh penting di balik kelahiran JIMM adalah Moeslim Abdurrahman danSyafii Maarif. Baik Moeslim maupun Syafii sama-sama memberikan ruang yang cukup luas bagi anak-anak muda Muhammadiyah yang tergabung dalam JIMM untuk berekspresi dalam bidang pemikiran, utamanya pemikiran Islam dan sosial.

Meski bukan organisasi resmi, JIMM memiliki sejumlah presidium yang berfungsi sebagai koordinator atas berbagai kegiatan JIMM.Secara metodologis, JIMM lahir sebagai respon untuk melakukan dinamisasi pemikiran Islam dalam Muhammadiyah.Meskipun demikian, respon dari kalangan Muhammadiyah sangat beragam. Tetapi mayoritas respon itu justru melihat JIMM sebagai gejala negatif, sehingga muncul sejumlah plesetan untuk nama JIMM. Di Yogyakarta, misalnya, JIMM diartikan sebagai Jaringan Iblis Muda Muhammadiyah.

JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah)), disebut sebagai gejala kebangkitan kaum muda Muhammadiyah, setelah fenomena yang sama terjadi pada NU. NU telah lama diramaikan oleh kebangkitan kaum mudanya.Kaum muda NU itu terlibat dalam berbagai pergolakan pemikiran dan aktivitas. Kebangkitan kaum muda NU terutama terlihat dalam apa yang disebut Jaringan Islam Liberal dan Post Tradisionalisme Islam.

 

E.     JIL (Jaringan Islam Liberal)

Pada tahun  1970-an, bersamaan dengan munculnya orde baru yang memberikan tantangan tersendiri bagi umat islam. Terhadap situasi baru yang sedang dihadapi, mereka tidak menemukan jawabanya dari sumber-sumber masa lalu, maka mereka memberikan jawabanya dari latar belakang pendidikan mereka masing-masing. Maka muncullah kelompok anak muda “pembaharuan pemikiran islam”. Mereka menamakan kelompoknya dengan Islam Liberal.

Beberapa permasalahan yang berusaha mereka cermati oleh isalam liberal yaitu hal-hal atau fenomena-fenomena yang berkaitan dengan permasalahan kontemporer. Secara garis besar,dalam mensikapi fenomena yang dikembalikan pada nash keagamaan (AL-Quran dan Hadist) adalah dengan mengambangkan adalah dengan meode hermeneutika atau filsafat relatifisme.

 

Pokok Pemikiran :

1.      Membuka Pintu Ijtihad Pada Semua Dimensi Islam

2.      Memaknai Teks Al-Quran Dan Al-Hadist Secara Liberal Dengan Mengutamakan Semangat Religio-Etik

3.      Berpihak Kepada Kaum Minoritas Yang Tertindas Dan Mewujudkan Keadilan Sejati, Baik Etnis, Agama Maupun Gender.

4.      Kebebasan Beragama Memisahkan Otoritas Duniawi Dan Ukhrowi, Otoritas Agama Dan Politik

Problematika Yang Dihadapi Islam Liberal :

1.      Nikah Beda Agama

2.      Jilbab Bagi Wanita

3.      Wahyu Tidak Terputus

4.      Kebenaran Ada Pada Semua Agama Dan Keyakinan

 

Sumber refrensi :

1.      http://nadhyneoprofone.blogspot.com/2012/06/nah-ne-ge-ngomongin-sejarah-peradaban.html

2.      Howard M.Federspiel, PERSATUAN ISLAM Pembaharuan Islam Indonesia abad XX, Trj. Yudian W. asmin, afandi Mochtar, Yogyakarta : Gajahmada University press, 1996

3.      Khoiriyah. Islam dan Logika Modern; Mengupas PemahamanPembaharuan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. 2008.